Kehadiran AI Bisa Hilangkan 85 Juta Pekerjaan pada 2025


Ilustrasi Artificial Intelligence 7

Ilustrasi Artificial Intelligence

Pemerintah Indonesia mengingatkan bahwa sekitar 85 juta lapangan pekerjaan diprediksi akan hilang pada tahun 2025 akibat pesatnya perkembangan artificial intelligence (AI) dan otomasi di berbagai sektor industri. Peringatan ini sesuai dengan prediksi yang pernah disampaikan oleh World Economic Forum (WEF) pada tahun 2020 melalui laporan Survei Pekerjaan Masa Depan. Laporan tersebut memproyeksikan dampak signifikan dari transformasi digital terhadap pasar tenaga kerja global.

Presiden Indonesia menekankan besarnya potensi kehilangan pekerjaan ini dalam pembukaan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional 2024 yang diselenggarakan di Surakarta, Jawa Tengah. Dalam kesempatan tersebut, Presiden mengutip data dari laporan WEF yang menyatakan bahwa sekitar 85 juta pekerjaan berpotensi hilang dalam kurun waktu dua tahun mendatang. "Kalau kita lihat proyeksi tahun 2025, diperkirakan ada 85 juta pekerjaan yang akan hilang. Angka ini sangat besar dan tentu menjadi tantangan besar bagi kita semua," ungkap Presiden dalam acara yang disiarkan melalui YouTube Sekretariat Presiden pada Kamis (19/9/2024).

Presiden menguraikan bahwa awalnya hanya ada otomasi mekanik yang mengurangi peran tenaga manusia di berbagai sektor kerja. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, muncul pula otomasi berbasis analitik yang semakin banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan berlanjutnya adopsi teknologi otomasi lain di masa depan, yang bisa semakin mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja manusia.

Tantangan ini, harus dihadapi dengan serius oleh pemerintah dan masyarakat, terutama dalam konteks penciptaan lapangan kerja baru. Tantangan tersebut tidak hanya terbatas pada sektor tenaga kerja, tetapi juga berkaitan erat dengan pelemahan ekonomi global yang mempengaruhi banyak negara. "Kita menghadapi tantangan untuk membuka lapangan kerja, sementara di tahun 2025 justru ada ancaman kehilangan 85 juta pekerjaan akibat peningkatan otomasi di berbagai sektor," kata Presiden Indonesia.

Di sisi lain, Presiden juga menyoroti kondisi ekonomi global yang diprediksi akan melambat dalam beberapa tahun kedepan. Berdasarkan proyeksi Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2024 diperkirakan hanya akan mencapai 2,6 persen, sementara pada tahun 2025 diperkirakan sedikit meningkat menjadi 2,7 persen. Angka-angka ini masih jauh dari target pertumbuhan yang diharapkan oleh banyak negara. Perlambatan ini, menurut Presiden, merupakan tantangan tambahan di tengah upaya mengembangkan pasar kerja dan memperbaiki kondisi perekonomian nasional.

Selain itu, kebijakan moneter ketat yang diterapkan oleh bank sentral di berbagai negara untuk menekan laju inflasi juga turut mempengaruhi kondisi perekonomian global. Kebijakan ini berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi lebih lanjut dan menambah tantangan bagi pasar tenaga kerja. Presiden Indonesia menekankan pentingnya persiapan yang matang dan langkah strategis untuk menghadapi kemungkinan krisis ketenagakerjaan ini. "Kita harus bersiap menghadapi tantangan ini dengan melakukan berbagai inovasi dan menyiapkan sumber daya manusia yang lebih kompeten agar siap beradaptasi dengan perubahan yang ada," ujar Presiden.

Dalam menghadapi ancaman kehilangan pekerjaan ini, pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah strategis untuk mengantisipasi dampak buruk dari transformasi digital tersebut. Beberapa upaya yang bisa dilakukan termasuk peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan tenaga kerja, pengembangan industri kreatif dan teknologi, serta penciptaan kebijakan yang mendukung terciptanya lapangan pekerjaan baru. Dengan demikian, diharapkan Indonesia dapat merespons tantangan ini secara proaktif dan tidak hanya bergantung pada sektor-sektor tradisional yang rentan terhadap disrupsi teknologi.

Di tengah dinamika global yang penuh ketidakpastian ini, sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat menjadi kunci dalam menjaga stabilitas pasar kerja dan perekonomian nasional. Adopsi teknologi memang tidak bisa dihindari, namun harus disertai dengan kebijakan yang mampu melindungi dan menciptakan kesempatan kerja baru bagi masyarakat. Hanya dengan cara ini, Indonesia dapat memastikan bahwa kemajuan teknologi membawa dampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat.


Bagikan artikel ini

Video Terkait