Gubernur BI: AI Kini Prediksi Inflasi dan Konsumsi
- Pabila Syaftahan
- •
- 02 Agt 2024 06.39 WIB
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengungkapkan bahwa ia berencana untuk pensiun setelah menyelesaikan dua periode kepemimpinan di bank sentral tersebut. Dalam acara 18th Bulletin of Monetary Economy & Banking International Conference (BMEB) and Call for Papers 2024, yang digelar pada 29 Juli 2024, Perry memberikan pesan penting kepada para calon penggantinya serta menyoroti peran teknologi Artificial Intelligence (AI) dalam prediksi ekonomi.
Perry, yang menjabat sebagai Gubernur BI dari 2018 hingga 2023 dan kemudian terpilih kembali untuk periode 2023-2028, mengungkapkan bahwa ia akan pensiun setelah periode keduanya berakhir. Dalam pidatonya, ia mencatat bahwa perubahan besar akan datang bagi penggantinya, terutama dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan digitalisasi. "Saya akan pensiun setelah lima tahun ini. Siapa yang duduk di bangku depan ini mungkin akan menjadi pemimpin baru Indonesia, yang muda akan menjadi pemimpin," katanya.
Menjelaskan tantangan bagi para penerusnya, Perry menekankan bahwa kemampuan untuk beradaptasi dengan perkembangan digitalisasi akan menjadi kunci utama. "Apa yang menjadi perbedaan utama dari sekarang ke masa depan? Kemampuan Anda untuk beradaptasi dan mengadopsi digitalisasi. Saya ulangi lagi, kemampuan Anda untuk mengadopsi digitalisasi, yang kini sudah membentuk ulang hidup kita," ujarnya. Perry menegaskan bahwa perubahan ini tidak hanya menyangkut teknologi, tetapi juga cara kerja dan strategi manajerial di Bank Indonesia.
Dalam konteks ini, Perry menekankan bahwa kemampuan kognitif tradisional seorang pemimpin tidak lagi menjadi satu-satunya aset penting. Sebagai gantinya, kecerdasan dalam memimpin dan mengelola lembaga akan menjadi faktor yang menentukan. "Gubernur BI mendatang tidak hanya perlu kecerdasan kognitif, tetapi juga kemampuan dalam mengorkestrasi dan memimpin lembaga. Kecerdasan kognitif kini bisa digantikan oleh teknologi digital, seperti kecerdasan buatan atau AI," paparnya.
Perry mengungkapkan bahwa Bank Indonesia saat ini telah memanfaatkan teknologi AI untuk memprediksi berbagai aspek ekonomi, termasuk inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan konsumsi masyarakat. "BI kini pun sudah menggunakan AI untuk memprediksi inflasi, pertumbuhan ekonomi, konsumsi, bahkan pengukuran terhadap kinerja institusi. Digitalisasi sudah terjadi sekarang dan akan berkembang lebih pesat ke depan," ucapnya. Teknologi AI memungkinkan analisis data yang lebih cepat dan akurat, yang sangat penting dalam pengambilan keputusan ekonomi dan kebijakan moneter.
Dalam pidatonya, Perry juga menyoroti pentingnya perilaku kepemimpinan di tengah kemajuan teknologi. Ia menggarisbawahi bahwa kecerdasan kognitif yang dapat diprogram oleh AI tidak dapat menggantikan aspek-aspek manusiawi dari kepemimpinan. "Kecerdasan kognitif anda akan digantikan oleh AI dan apa yang membedakan anda dengan AI adalah perilaku, perilaku kepemimpinan anda," tegas Perry. Ia menambahkan bahwa pemimpin masa depan harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan sambil tetap menjaga nilai-nilai dan etika dalam kepemimpinan.
Untuk memberikan panduan kepada para calon penggantinya, Perry menyarankan mereka untuk menonton film berjudul Atlas, yang menurutnya dapat memperkuat pemahaman tentang kepemimpinan di era digital. Dalam film tersebut, individu yang dapat beradaptasi dengan perubahan tanpa tertekan oleh AI merupakan pemenangnya. "Cobalah menonton film berjudul Atlas. Atlas adalah film yang bagus. Yang bertahan adalah yang bisa mengubah perilaku ke masa depan tanpa didikte oleh AI," ungkap Perry.
Perry juga menekankan bahwa digitalisasi telah mendorong transformasi menyeluruh dalam berbagai sektor, mulai dari industri, pendidikan, hingga sektor keuangan dan kesehatan. "Digitalisasi kini telah mendorong perubahan secara menyeluruh aktivitas ekonomi, mulai dari sisi industri yang bertransformasi, pendidikan, sektor keuangan, sistem pembayaran, kesehatan, hingga seluruh aktivitas dalam kehidupan sehari-hari," jelasnya. Ia menambahkan bahwa digitalisasi telah meningkatkan efisiensi dan produktivitas melalui otomasi, analitik data yang efektif, dan penguatan platform digital.
Namun, Perry juga mengingatkan tentang risiko-risiko yang terkait dengan digitalisasi, seperti serangan siber dan perubahan perilaku individu. "Tetapi yang perlu direspons ada risiko digitalnya oleh para pemimpin ke depan, seperti risiko operasional, khususnya serangan siber dan perubahan perilaku individu," katanya. Oleh karena itu, selain beradaptasi dengan teknologi, para pemimpin masa depan juga perlu mengelola risiko-risiko baru yang muncul dari kemajuan teknologi.
Dengan pandangan ini, Perry Warjiyo menegaskan bahwa para pemimpin Bank Indonesia di masa depan harus siap menghadapi tantangan digitalisasi yang semakin kompleks. Ia berharap bahwa dengan persiapan yang matang dan pemahaman yang mendalam, Indonesia dapat terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan teknologi yang cepat.