Pemimpin Penyebar Malware Global Ditangkap
- Muhammad Bachtiar Nur Fa'izi
- •
- 31 Mei 2024 16.23 WIB
Penangkapan ini dilaksanakan pada Jumat, 24 Mei 2024, di Singapura, setelah bertahun-tahun penyelidikan dan kerja sama intensif antara berbagai lembaga penegak hukum internasional, termasuk Interpol dan Europol. Sebagai aktor kunci dalam ekosistem kejahatan siber, Wang telah menjadi target operasi global selama beberapa waktu.
Setelah penangkapannya, pihak kepolisian internasional melakukan penggeledahan di dua tempat tinggalnya di Singapura dan Thailand. Tindakan ini merupakan langkah penting untuk mengungkap identitas Wang dan memahami lebih dalam cara kerja jaringannya. Selain itu, sekitar 29 juta dollar AS (sekitar Rp 470 miliar) dalam bentuk aset mata uang kripto juga disita, yang menunjukkan besarnya keuntungan yang diraih dari aktivitas ilegalnya. Dalam pernyataan resmi, Departemen Kehakiman AS menyebut Wang sebagai "mastermind" dari botnet yang dikenal sebagai "911 S5," salah satu yang paling berbahaya di dunia. Botnet ini beroperasi tanpa henti dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan ahli keamanan siber karena dampak luasnya terhadap keamanan data pribadi dan keuangan secara global.
Botnet yang dikelola oleh Wang, yang beroperasi sejak tahun 2014, dilaporkan mencakup 19 juta komputer yang menjalankan sistem operasi Windows di hampir 200 negara. Jaringan ini tidak hanya menyasar komputer pribadi, tetapi juga server-server besar, memanfaatkan kerentanan yang ada untuk merekrut perangkat tersebut ke dalam botnet. Strategi ini memungkinkan Wang menciptakan jaringan yang sangat sulit dilacak dan dihentikan, yang digunakan sebagai alat untuk beragam kejahatan siber, mulai dari pencurian identitas hingga serangan DDoS yang dapat melumpuhkan situs web besar.
Wang mengelola botnet ini dari sekitar 150 server yang tersebar di berbagai negara, menjadikannya salah satu jaringan komputer terbesar dan paling berbahaya di dunia. Botnet tersebut sering dijadikan sarana untuk menyebarkan program jahat (malware) atau mendukung berbagai bentuk kejahatan siber. Berbagai laporan mengindikasikan bahwa jaringan ini telah berkontribusi dalam pencurian data pribadi yang kemudian diperjualbelikan di pasar gelap, serta penipuan finansial yang merugikan banyak individu dan perusahaan. Keberadaan Wang dan botnet yang ia kendalikan menggarisbawahi luasnya ancaman dunia maya yang dihadapi saat ini dan mendesak perlunya kolaborasi internasional dalam memerangi kejahatan siber ini secara efektif.
Departemen Kehakiman AS mengungkapkan bahwa Wang menjual akses kepada botnet kepada sejumlah individu yang terlibat dalam berbagai kegiatan kriminal, termasuk pencurian data pribadi, eksploitasi anak, dan penipuan uang. Jaringan botnet yang kuat dan luas ini memfasilitasi serangan siber yang sulit dilacak, sehingga memungkinkan para pelaku untuk menjalankan aktivitas ilegal dengan lebih leluasa. Selain itu, botnet ini juga diduga digunakan oleh peretas untuk mencuri dana dari program bantuan, rekening pengguna, dan institusi keuangan di berbagai negara dengan memanfaatkan celah dalam sistem keamanan yang ada.
Departemen Kehakiman AS menambahkan bahwa botnet yang dikelola Wang telah berkontribusi terhadap pencairan sekitar 560.000 klaim asuransi palsu dari program bantuan pemerintah AS, yang merugikan negara hingga sekitar 5,9 miliar dollar AS (sekitar Rp 95,6 triliun). Tindakan ini menunjukkan kompleksitas pelanggaran dalam era digital, di mana identitas dapat dipalsukan dan penipuan dapat dilakukan tanpa harus bertemu langsung. Dari penjualan layanan botnet ini, Wang diduga meraih keuntungan maksimal mencapai 99 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,6 triliun, seperti yang dilaporkan oleh KompasTekno dari APNews pada Kamis (30/5/2024). Besarnya keuntungan ini menyoroti mengapa kejahatan siber telah berkembang menjadi salah satu industri paling menguntungkan di dunia, sekaligus memberikan sedikit risiko fisik bagi pelaku kejahatan tersebut.
Dengan kekayaan yang dimilikinya, Wang dilaporkan telah mengakuisisi sekitar 21 properti di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, China, Arab Saudi, St. Kitts dan Nevis, Singapura, serta Thailand. Investasi yang dramatis ini tidak hanya mencerminkan gaya hidupnya yang mewah, tetapi juga menunjukkan kemampuannya untuk menyembunyikan aset di berbagai yurisdiksi, sehingga menyulitkan proses penegakan hukum.
Selain itu, kabar menyebutkan bahwa ia memperoleh kewarganegaraan di beberapa negara tersebut melalui jalur investasi, sebuah strategi yang sering digunakan oleh individu kaya yang ingin mendapatkan akses lebih luas serta perlindungan hukum di beragam negara. Hingga kini, belum ada informasi mengenai sanksi yang akan dihadapi Wang terkait tindakannya dalam mengelola dan menjual akses ke botnet tersebut. Pengumuman resmi dari pihak kepolisian internasional diharapkan segera dirilis, dan banyak yang menantikan dengan antusias untuk mengetahui apakah keadilan akan ditegakkan dalam kasus jaringan kejahatan siber yang sangat besar ini.