Siapkah Perusahaan Indonesia Hadapi Ancaman Siber 2025?
- Rita Puspita Sari
- •
- 9 jam yang lalu
Seiring dengan pesatnya digitalisasi, ancaman siber menjadi salah satu isu paling krusial yang harus dihadapi oleh perusahaan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tahun 2025 diprediksi akan menjadi masa kritis, di mana intensitas dan kompleksitas serangan siber meningkat drastis. Pertanyaannya, apakah perusahaan-perusahaan di Indonesia siap menghadapi tantangan tersebut?
Seberapa Siap Perusahaan Indonesia?
Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai laporan menunjukkan bahwa Indonesia menjadi salah satu target serangan siber terbesar di Asia Tenggara. Berdasarkan data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), terdapat lebih dari 1,2 miliar ancaman siber yang terdeteksi di Indonesia pada tahun 2023, mulai dari malware, ransomware, hingga serangan phishing.
Selain itu, menurut studi terbaru dari Cisco, hanya 39% organisasi di Indonesia yang memiliki kesiapan matang dalam menghadapi risiko keamanan siber modern. Meskipun angka ini lebih tinggi dibanding rata-rata global yang hanya 15%, masih ada 61% perusahaan yang berada pada tahap pemula atau formatif dalam hal kesiapan siber. Hal ini menunjukkan bahwa banyak perusahaan di Indonesia belum memiliki perlindungan yang memadai terhadap ancaman siber yang semakin kompleks.
Kesenjangan antara keyakinan dan kesiapan juga menjadi perhatian. Meskipun 93% perusahaan merasa percaya diri dengan kemampuan mereka, infrastruktur keamanan siber mereka belum memadai. Selain itu, 96% responden memperkirakan akan terjadi insiden keamanan siber yang mengganggu bisnis dalam 12 hingga 24 bulan mendatang, sementara 63% telah mengalami insiden dalam 12 bulan terakhir.
Kelemahan lain terletak pada kurangnya kesadaran di tingkat manajemen. Banyak pimpinan perusahaan masih menganggap ancaman siber sebagai isu teknis semata, padahal dampaknya bisa meluas ke reputasi, keuangan, hingga operasional bisnis.
Kesiapan di Sektor Keuangan, Manufaktur, dan Kesehatan
Ketiga sektor ini merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, tetapi mereka juga menjadi target utama serangan siber.
- Sektor Keuangan
Industri keuangan seperti perbankan dan fintech menghadapi risiko tinggi akibat penyimpanan data pelanggan yang sensitif. Ancaman seperti pencurian data, serangan ransomware, hingga penipuan digital kerap mengintai. Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan berbagai regulasi untuk meningkatkan keamanan, namun implementasi di tingkat perusahaan masih bervariasi.Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah meluncurkan Pedoman Keamanan Siber bagi Penyelenggara Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) untuk meningkatkan keamanan siber di sektor ini. Pedoman ini mencakup strategi reaktif dan proaktif untuk memastikan keamanan siber menjadi bagian krusial dari ekosistem ITSK. Namun, implementasinya di tingkat perusahaan masih bervariasi, dan banyak yang belum sepenuhnya mematuhi pedoman tersebut.
- Sektor Manufaktur
Transformasi digital di sektor manufaktur membawa efisiensi, tetapi juga membuka celah bagi serangan siber. Sistem seperti Internet of Things (IoT) yang terintegrasi dengan proses produksi sering menjadi pintu masuk bagi peretas.Serangan yang menargetkan sistem manufaktur dapat mengganggu rantai pasokan dan produksi secara keseluruhan. Sayangnya, banyak perusahaan manufaktur di Indonesia belum menyadari sepenuhnya risiko ini dan belum mengambil langkah-langkah pencegahan yang memadai.
- Sektor Kesehatan
Sektor kesehatan, khususnya rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan, semakin menjadi target serangan siber. Serangan pada database pasien atau sistem layanan kesehatan tidak hanya membahayakan data pribadi tetapi juga dapat mengancam keselamatan pasien. Dengan digitalisasi rekam medis dan sistem layanan berbasis cloud, keamanan siber di sektor ini menjadi lebih penting dari sebelumnya. Namun, banyak institusi kesehatan di Indonesia yang belum memiliki infrastruktur keamanan siber yang memadai.
Langkah Praktis yang Harus Diambil Perusahaan
Untuk menghadapi ancaman siber yang kian kompleks, perusahaan di Indonesia perlu mengambil langkah-langkah berikut:
- Meningkatkan Kesadaran Manajemen
Pimpinan perusahaan harus memahami bahwa keamanan siber adalah tanggung jawab strategis, bukan sekadar masalah teknis. Edukasi kepada para eksekutif perlu dilakukan untuk meningkatkan alokasi anggaran dan pembentukan kebijakan keamanan yang kuat. - Melakukan Penilaian Risiko Siber Secara Berkala
Penilaian risiko membantu perusahaan mengidentifikasi celah keamanan dalam sistem mereka. Dengan mengetahui titik lemah, perusahaan dapat memprioritaskan langkah perbaikan yang paling krusial. - Mengadopsi Teknologi Keamanan yang Canggih
Teknologi seperti firewall generasi terbaru, deteksi ancaman berbasis kecerdasan buatan atau artificial Intelligence (AI), dan enkripsi data harus menjadi bagian dari sistem keamanan perusahaan. - Melatih Karyawan Tentang Keamanan Siber
Karyawan sering kali menjadi target serangan phishing atau malware. Pelatihan secara rutin dapat membantu mereka mengenali tanda-tanda ancaman dan mengambil langkah preventif. - Berkolaborasi dengan Penyedia Keamanan Siber
Perusahaan tidak harus menghadapi ancaman ini sendirian. Menggandeng penyedia layanan keamanan siber yang kompeten dapat memperkuat perlindungan perusahaan. - Mengikuti Standar dan Regulasi Keamanan
Kepatuhan terhadap standar internasional seperti ISO 27001 dan regulasi lokal seperti Peraturan Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) dapat memberikan kerangka kerja yang jelas untuk membangun sistem keamanan yang tangguh.
Tahun 2025 akan menjadi ujian besar bagi perusahaan Indonesia dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks. Kesiapan saat ini masih membutuhkan banyak perbaikan, terutama dalam hal anggaran, kebijakan, dan implementasi teknologi. Dengan langkah-langkah strategis yang tepat, perusahaan dapat memperkuat sistem keamanan mereka dan melindungi aset serta reputasi mereka dari ancaman di masa depan.
Keamanan siber bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak yang harus diutamakan. Pertanyaannya kini bukan hanya apakah perusahaan siap, tetapi juga seberapa cepat mereka dapat beradaptasi untuk menghadapi ancaman yang terus berkembang.