Neuromorfik Computing: Revolusi Otak Buatan di Dunia Teknologi
- Rita Puspita Sari
- •
- 06 Okt 2025 16.37 WIB

Ilustrasi Neuromorphic Computing
Bayangkan jika komputer bisa berpikir, belajar, dan beradaptasi seperti otak manusia. Itulah gambaran dari neuromorphic computing, sebuah pendekatan komputasi yang terinspirasi langsung dari cara kerja otak. Teknologi ini diyakini akan menjadi salah satu tonggak penting dalam evolusi kecerdasan buatan (AI), bahkan berpotensi membuka jalan menuju era artificial superintelligence.
Namun, apa sebenarnya neuromorphic computing itu? Bagaimana cara kerjanya? Dan mengapa para ilmuwan serta perusahaan teknologi besar seperti Intel dan IBM begitu tertarik pada bidang ini? Mari kita bahas.
Apa Itu Neuromorphic Computing?
Neuromorphic computing, atau sering disebut juga neuromorphic engineering, adalah sistem komputasi yang dirancang meniru struktur dan cara kerja otak manusia. Pendekatan ini tidak hanya meniru dari segi software (perangkat lunak), tetapi juga dari sisi hardware (perangkat keras), dengan menciptakan sirkuit dan chip yang menyerupai neuron dan sinapsis biologis.
Meskipun terkesan seperti teknologi masa depan, konsep ini bukanlah hal baru. neuromorphic computing sudah dikembangkan sejak tahun 1980-an oleh dua ilmuwan, Carver Mead dan Misha Mahowald. Mereka berhasil menciptakan retina dan koklea silikon pertama, serta neuron dan sinapsis buatan yang menjadi dasar sistem ini.
Kini, di era AI modern, teknologi ini kembali naik daun. Dengan kebutuhan komputasi yang semakin tinggi—misalnya dalam pelatihan model AI besar—neuromorphic computing hadir sebagai solusi yang lebih efisien, cepat, dan hemat energi. Gartner bahkan menilai teknologi ini sebagai salah satu inovasi paling menjanjikan di dekade ini, sementara PwC mendorong organisasi untuk mulai mengeksplorasinya meskipun belum sepenuhnya matang untuk adopsi massal.
Cara Kerja Neuromorphic Computing
Untuk memahami bagaimana sistem ini bekerja, kita perlu sedikit melihat bagaimana otak manusia memproses informasi.
Otak manusia terdiri dari sekitar 86 miliar neuron yang saling terhubung melalui sinapsis. Neuron bertugas mengirimkan sinyal listrik dan kimia ke neuron lainnya. Ketika sebuah neuron menerima cukup banyak sinyal hingga mencapai ambang batas, neuron tersebut akan “menyala” atau spike, lalu mengirimkan sinyal ke jaringan lainnya.
Proses biologis inilah yang menjadi dasar spiking neural networks (SNNs), yaitu jaringan saraf tiruan dalam neuromorphic computing.
Dalam SNN:
- Setiap neuron memiliki nilai muatan (charge), jeda (delay), dan ambang batas (threshold).
- Sinapsis menghubungkan neuron satu dengan yang lain, membawa bobot (weight) yang dapat berubah seiring waktu.
- Sistem ini bekerja secara event-driven, artinya pemrosesan hanya terjadi ketika ada “kejadian” (spike), bukan terus-menerus seperti komputer tradisional.
Perbedaan ini membuat SNN jauh lebih efisien karena hanya mengonsumsi energi ketika dibutuhkan—mirip seperti otak manusia yang tidak selalu aktif sepenuhnya setiap saat.
Jika dalam jaringan saraf konvensional (seperti deep learning) setiap neuron memproses semua data secara sinkron, maka dalam sistem neuromorfik, neuron bekerja secara asinkron dan dinamis, mengikuti ritme alami “spike” antar-jaringan.
Perangkat Keras Neuromorphic Computing
Keberhasilan sistem neuromorfik sangat bergantung pada pengembangan chip dan perangkat keras yang mampu meniru otak manusia.
Salah satu proyek pionir berasal dari Universitas Stanford, yang menciptakan Neurogrid — sistem multichip analog-digital yang bisa mensimulasikan satu juta neuron dengan miliaran koneksi sinaptik secara waktu nyata.
Selain itu, IMEC, lembaga riset di Belgia, juga mengembangkan chip neuromorfik yang mampu belajar secara mandiri, tanpa pelatihan eksternal yang intensif seperti jaringan saraf biasa.
Dukungan besar datang dari Uni Eropa melalui proyek Human Brain Project (HBP), yang berlangsung selama 10 tahun hingga 2023. Tujuan utamanya adalah memahami cara kerja otak manusia, menemukan terapi untuk penyakit saraf, dan mengembangkan sistem komputasi yang terinspirasi otak.
Dari proyek tersebut lahirlah dua mesin neuromorfik besar:
- SpiNNaker, sistem berbasis chip multi-core digital yang memproses sinyal spike secara waktu nyata.
- BrainScaleS, sistem analog yang mempercepat simulasi neuron dan sinapsis elektronik, kini hadir dalam dua versi: BrainScaleS-1 dan BrainScaleS-2.
Di sektor industri, sejumlah raksasa teknologi juga telah mengembangkan prosesor neuromorfik:
- Intel dengan chip Loihi dan Loihi 2, yang mampu melakukan pembelajaran lokal seperti otak.
- IBM dengan chip TrueNorth dan NorthPole, yang dirancang hemat energi untuk pemrosesan paralel.
- GrAI Matter Labs dengan NeuronFlow, yang menekankan efisiensi daya untuk aplikasi edge AI.
Sebagian besar chip ini menggunakan teknologi CMOS (complementary metal-oxide semiconductor) berbasis silikon, tetapi penelitian terus dilakukan terhadap material baru seperti ferolektrik dan phase-change materials.
Salah satu inovasi paling menjanjikan adalah memristor — komponen elektronik yang berfungsi sebagai gabungan memori dan resistor. Memristor memungkinkan penyimpanan dan pemrosesan data terjadi di lokasi yang sama, meniru cara neuron menyimpan dan mengirim informasi secara bersamaan.
Algoritma dan Pembelajaran dalam Neuromorphic Computing
Selain perangkat keras, kemajuan besar juga terjadi pada sisi algoritma. Sistem neuromorfik tidak bisa berfungsi tanpa “otak digital” yang cerdas. Beberapa pendekatan yang digunakan dalam pelatihan dan pembelajaran antara lain:
-
Deep Learning
Deep neural networks yang sudah dilatih dapat dikonversi menjadi spiking neural networks. Konversi ini menggunakan teknik seperti normalisasi bobot dan fungsi aktivasi agar neuron berduri bisa berperilaku seperti neuron biologis. -
Algoritma Evolusioner
Terinspirasi dari evolusi alam, algoritma ini melibatkan proses seleksi, mutasi, dan reproduksi untuk mengoptimalkan struktur SNN—termasuk pengaturan jumlah neuron, pola koneksi sinapsis, dan ambang batas spike. -
Representasi Graf
SNN dapat dipandang sebagai graf berarah, di mana setiap simpul adalah neuron dan setiap sisi adalah sinapsis. Ketika satu neuron memicu spike, waktu spike pada neuron lain bergantung pada jarak atau jalur sinaptik di dalam graf tersebut. -
Plastisitas (Plasticity)
Konsep neuroplasticity dalam otak manusia, yakni kemampuan menyesuaikan diri terhadap pembelajaran baru, juga diadaptasi di dunia neuromorfik melalui mekanisme spike timing-dependent plasticity (STDP).
Dalam STDP, bobot sinapsis berubah tergantung pada waktu relatif antar-spike — semakin sering dua neuron “menyala” bersamaan, semakin kuat koneksinya. -
Reservoir Computing
Pendekatan ini menggunakan jaringan berulang (recurrent neural networks atau RNN) yang disebut “reservoir” untuk memproyeksikan input ke ruang berdimensi tinggi. Dalam sistem neuromorfik, SNN bertindak sebagai reservoir, memetakan input ke ruang kompleks tanpa harus dilatih secara langsung.
Keunggulan dan Potensi Neuromorphic Computing
Neuromorphic computing menawarkan banyak keunggulan yang menjadikannya berbeda dari sistem komputasi tradisional maupun AI konvensional. Beberapa manfaat utamanya antara lain:
- Efisiensi Energi Tinggi
Karena bekerja secara event-driven dan hanya aktif ketika ada spike, sistem ini bisa menghemat energi hingga ribuan kali dibanding prosesor konvensional. - Kemampuan Adaptif dan Belajar Mandiri
Sistem neuromorfik bisa beradaptasi dengan perubahan lingkungan atau data baru secara real-time tanpa harus dilatih ulang dari awal. - Pemrosesan Paralel Skala Besar
Seperti otak manusia, sistem ini mampu memproses berbagai tugas secara bersamaan (parallel processing), membuatnya ideal untuk aplikasi kompleks seperti pengenalan wajah, suara, atau gerakan. - Kecepatan Respons Tinggi
Karena berbasis spike dan event-driven, respon sistem bisa mendekati waktu nyata (real-time processing), cocok untuk aplikasi seperti kendaraan otonom atau robotika. - Ketahanan terhadap Gangguan
Struktur yang menyerupai otak membuat sistem ini lebih toleran terhadap kesalahan atau kerusakan sebagian jaringan.
Aplikasi Nyata Neuromorphic Computing
Walau masih dalam tahap pengembangan, potensi aplikasi teknologi ini sangat luas, di antaranya:
- Kendaraan otonom: untuk pengambilan keputusan cepat berdasarkan data sensor.
- Robotika cerdas: memungkinkan robot belajar dari lingkungan tanpa pemrograman berulang.
- Pemrosesan sinyal dan gambar: seperti pengenalan wajah dan objek dengan konsumsi energi rendah.
- Sistem medis: membantu diagnosis melalui analisis pola sinyal otak atau data biometrik.
- Prediksi cuaca: pemrosesan paralel memungkinkan simulasi atmosfer kompleks secara lebih efisien.
Beberapa laboratorium bahkan tengah meneliti kombinasi neuromorphic computing dan komputasi kuantum, untuk menciptakan sistem dengan kemampuan analisis dan pembelajaran tingkat lanjut—sebuah lompatan besar menuju era AI super.
Manfaat Neuromorphic Computing
Neuromorphic computing membawa sejumlah keunggulan yang membedakannya secara signifikan dari arsitektur komputer konvensional berbasis von Neumann. Berikut beberapa manfaat utamanya:
-
Kemampuan Beradaptasi (Adaptability)
Salah satu karakteristik paling mengagumkan dari otak manusia adalah kemampuannya untuk beradaptasi terhadap perubahan. Dalam dunia neuromorfik, hal ini diwujudkan melalui konsep plastisitas, yaitu kemampuan jaringan untuk berubah berdasarkan pengalaman atau masukan baru.Perangkat neuromorfik dirancang agar mampu belajar secara real-time, menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang dinamis tanpa perlu pelatihan ulang menyeluruh seperti pada model AI tradisional.
Misalnya, jika sistem dihadapkan pada pola lalu lintas yang berubah atau kondisi sensor yang dinamis, ia bisa langsung menyesuaikan responsnya — layaknya manusia yang belajar dari pengalaman baru.
Kemampuan adaptif ini menjadikan teknologi neuromorfik sangat ideal untuk aplikasi yang memerlukan respons cepat dan fleksibel, seperti robotika cerdas, kendaraan otonom, hingga sistem keamanan siber.
-
Efisiensi Energi
Salah satu keunggulan paling menonjol dari sistem neuromorfik adalah kemampuannya menghemat energi secara drastis.Sistem ini bekerja secara event-based — artinya, neuron dan sinapsis hanya aktif ketika ada sinyal yang diterima (spiking event).
Dengan kata lain, komponen hanya “bekerja” ketika dibutuhkan, sedangkan bagian lain tetap dalam keadaan diam.Pendekatan ini sangat berbeda dari komputer tradisional yang mengonsumsi daya terus-menerus, bahkan saat tidak memproses data penting.Sebagai perbandingan, otak manusia hanya membutuhkan sekitar 20 watt energi untuk melakukan tugas-tugas kompleks yang bahkan superkomputer masih sulit lakukan.
Jika prinsip ini diterapkan dalam sistem komputasi, maka teknologi neuromorfik bisa menciptakan perangkat berperforma tinggi namun tetap hemat energi, cocok untuk perangkat mobile, sensor IoT, dan sistem Edge AI.
-
Kinerja Tinggi (High Performance)
Komputer konvensional berbasis arsitektur von Neumann memisahkan unit pemrosesan (CPU) dan memori. Akibatnya, terjadi proses perpindahan data berulang antara keduanya — fenomena yang disebut von Neumann bottleneck — yang membatasi kecepatan komputasi.Neuromorphic computing mengatasi masalah ini dengan menggabungkan pemrosesan dan penyimpanan data dalam neuron yang sama.
Hasilnya, latensi dapat diminimalkan, dan proses komputasi berlangsung jauh lebih cepat.
Dengan arsitektur ini, sistem neuromorfik tidak hanya meningkatkan kinerja, tetapi juga mengurangi kebutuhan energi dan waktu dalam memproses data berskala besar.
-
Pemrosesan Paralel (Parallel Processing)
Sama seperti otak manusia yang memproses banyak informasi secara bersamaan — misalnya mengenali wajah, memahami suara, dan menjaga keseimbangan tubuh — sistem neuromorfik juga memiliki kemampuan pemrosesan paralel masif.Neuron-neuron dalam jaringan neuromorfik bekerja secara asinkron, memungkinkan ribuan hingga jutaan proses berjalan serentak.
Inilah yang menjadikan teknologi ini ideal untuk tugas-tugas seperti:- Pengenalan pola dan gambar
- Pemrosesan sinyal sensorik
- Analisis waktu nyata (real-time analytics)
- Pembelajaran mesin (machine learning)
Kombinasi antara kecepatan, efisiensi, dan kemampuan paralel menjadikan neuromorphic computing sangat menjanjikan bagi berbagai sektor industri.
Tantangan Neuromorphic Computing
Meski memiliki potensi besar, teknologi ini belum sepenuhnya matang dan masih menghadapi sejumlah tantangan signifikan sebelum dapat diadopsi secara luas.
-
Akurasi yang Masih Terbatas
Salah satu tantangan terbesar adalah penurunan akurasi ketika model jaringan saraf dalam (deep neural networks) dikonversi menjadi spiking neural networks (SNNs).Meskipun keduanya mirip secara konsep, perbedaan dalam cara pemrosesan sinyal (kontinu vs spike) sering kali menyebabkan hilangnya presisi.
Selain itu, perangkat keras neuromorfik yang menggunakan memristor — komponen elektronik yang meniru fungsi neuron dan sinapsis — masih menghadapi masalah variasi antar-perangkat dan ketidakstabilan dalam menyimpan bobot sinapsis.
Hal ini berdampak pada hasil komputasi yang tidak konsisten dari waktu ke waktu.
-
Kurangnya Standar dan Tolok Ukur (Benchmark)
Sebagai bidang yang relatif baru, belum ada standar internasional yang disepakati untuk desain perangkat keras, arsitektur, maupun algoritma neuromorphic computing.Ketiadaan standar ini membuat sulit untuk membandingkan performa antar-sistem dan menilai efektivitasnya.
Belum adanya dataset dan metrik benchmark global juga menjadi kendala besar. Tanpa tolok ukur yang seragam, riset dan pengembangan di bidang ini masih berjalan dengan arah yang beragam dan fragmentaris.
-
Keterbatasan Akses dan Perangkat Lunak
Sebagian besar algoritma yang digunakan saat ini masih bergantung pada perangkat lunak yang didesain untuk arsitektur komputer tradisional.Akibatnya, performa sistem neuromorfik belum sepenuhnya optimal.
Selain itu, API (Application Programming Interface) dan bahasa pemrograman khusus neuromorfik masih dalam tahap pengembangan.
Hanya segelintir perusahaan dan universitas yang memiliki akses penuh terhadap platform ini, seperti Intel dengan Loihi dan IBM dengan TrueNorth.
Tanpa dukungan ekosistem perangkat lunak yang kuat, sulit bagi peneliti dan pengembang untuk mengeksplorasi potensi penuh dari neuromorphic computing.
-
Kurva Pembelajaran yang Curam (Steep Learning Curve)
Neuromorphic computing merupakan bidang yang multidisipliner, melibatkan biologi, ilmu komputer, fisika, dan teknik elektro.Untuk memahami dan menguasainya, seseorang harus memiliki pemahaman mendalam tentang neuron biologis, teori sinapsis, arsitektur chip, hingga algoritma AI.
Akibatnya, bidang ini masih didominasi oleh kalangan akademik dan lembaga riset khusus. Diperlukan lebih banyak pelatihan lintas disiplin untuk memperluas kompetensi para profesional di bidang ini agar bisa diterapkan secara praktis di industri.
Penerapan Neuromorphic Computing di Dunia Nyata
Walau masih berkembang, teknologi ini mulai menunjukkan penerapan yang nyata di berbagai bidang. Berikut beberapa di antaranya:
-
Kendaraan Otonom (Autonomous Vehicles)
Kendaraan tanpa pengemudi membutuhkan sistem yang mampu memproses data sensor secara cepat dan efisien.Neuromorphic computing memungkinkan kendaraan mengenali objek, memprediksi pergerakan, dan mengambil keputusan dalam waktu nyata (real-time).
Dengan efisiensi energi yang tinggi, sistem ini juga cocok untuk kendaraan listrik karena tidak membebani konsumsi daya baterai.
IBM dan Intel bahkan telah menguji chip neuromorfik mereka untuk mengoptimalkan sistem navigasi dan deteksi tabrakan otomatis.
-
Keamanan Siber (Cybersecurity)
Dalam dunia siber yang terus berkembang, kecepatan mendeteksi ancaman sangat penting.Sistem neuromorfik dapat mengenali pola anomali dan mendeteksi serangan lebih cepat dibandingkan sistem berbasis AI konvensional.
Kemampuan event-driven dan paralelnya membuat sistem ini bisa menganalisis lalu lintas data besar secara instan, memberikan peringatan dini terhadap aktivitas mencurigakan seperti serangan DDoS, malware, atau akses tidak sah.
-
Kecerdasan Buatan di Perangkat Edge AI
Neuromorphic computing sangat cocok untuk perangkat Edge AI, seperti ponsel, jam tangan pintar, sensor IoT, dan drone.Arsitektur hemat energinya memungkinkan perangkat memproses data langsung di tempat tanpa harus mengirim ke cloud, sehingga mengurangi latensi dan menjaga privasi data.
Sebagai contoh, chip Loihi 2 dari Intel telah diuji untuk menjalankan pengenalan suara dan gerakan langsung di perangkat tepi dengan konsumsi daya yang sangat rendah.
-
Pengenalan Pola (Pattern Recognition)
Kemampuan otak buatan dalam mengenali pola menjadikannya ideal untuk berbagai aplikasi:- Pengenalan wajah dan suara
- Analisis citra medis (seperti MRI dan CT Scan)
- Deteksi emosi melalui ekspresi wajah
- Analisis sinyal otak (EEG/fMRI) untuk diagnosis neurologis
Sistem neuromorfik dapat mengidentifikasi pola kompleks dengan cepat tanpa membutuhkan daya komputasi besar, membantu tenaga medis dan ilmuwan bekerja lebih efisien.
-
Robotika (Robotics)
Dalam dunia robotika, kemampuan belajar adaptif dan pemrosesan cepat membuat neuromorfik sangat relevan.Robot yang menggunakan chip neuromorfik bisa belajar dari pengalaman, mengenali objek di sekitarnya, dan bergerak dengan presisi tinggi.
Bayangkan robot industri yang mampu menyesuaikan kecepatan gerak berdasarkan kondisi pabrik, atau robot layanan yang bisa mengenali ekspresi pelanggan. Semua itu bisa terwujud berkat kecerdasan adaptif dari arsitektur neuromorfik.
Masa Depan Neuromorphic Computing
Meskipun masih dalam tahap pengembangan, arah masa depan teknologi ini terlihat sangat menjanjikan.
Dengan potensi meningkatkan efisiensi energi hingga 1000 kali lipat dibanding komputer tradisional, sistem neuromorfik bisa menjadi kunci untuk menghadirkan AI super cepat, hemat daya, dan cerdas secara alami.
Para peneliti juga tengah mengeksplorasi penggabungan neuromorfik dan komputasi kuantum, yang dapat membuka jalan menuju sistem superintelligence.
Kesimpulan
Neuromorphic computing bukan sekadar langkah maju dalam dunia teknologi, tetapi revolusi dalam cara komputer berpikir dan belajar. Dengan meniru cara kerja otak manusia, teknologi ini membuka peluang untuk menciptakan sistem komputasi yang lebih efisien, adaptif, dan cerdas.
Ke depan, neuromorphic computing akan menjadi pilar penting dalam pengembangan kecerdasan buatan, sistem otonom, dan superkomputer masa depan. Dari laboratorium riset hingga dunia industri, teknologi ini terus berkembang pesat, membawa kita selangkah lebih dekat menuju masa depan di mana mesin benar-benar bisa berpikir seperti manusia.