Google Cegah Deepfake: Bagaimana Algoritma Baru Bekerja?


Ilustrasi Deepfake

Ilustrasi Deepfake

Baru-baru ini, Google telah memutakhirkan algoritma mesin pencarinya, Google Search, untuk menyaring konten deepfake atau media yang disunting menggunakan kecerdasan buatan dengan lebih efektif. Pembaruan ini adalah langkah signifikan dalam menghadapi tantangan besar di era digital, di mana informasi bisa dengan mudah dimanipulasi dan disebarkan.

Dengan adanya algoritma baru ini, Google berharap dapat menghindari penyebaran informasi palsu yang tidak hanya menyesatkan, tetapi juga dapat menimbulkan kerusuhan dan ketidakpercayaan di masyarakat. Algoritma tersebut bekerja dengan cara yang canggih, menggunakan teknik pengenalan pola dan pembelajaran mesin untuk secara otomatis mengidentifikasi dan menghapus gambar dan video deepfake dari hasil pencarian, sehingga membangun ekosistem informasi yang lebih aman bagi pengguna

Menurut laporan Endgadget pada 31 Juli 2024, Google telah lama memberi kesempatan kepada pengguna untuk menghapus konten negatif secara mandiri. Namun, dengan pembaruan algoritma terbaru, Google Search tidak hanya mendeteksi dan menghapus duplikat konten yang sering dilaporkan sebagai deepfake, tetapi juga memperkuat upaya proaktif dalam menjaga kualitas informasi yang tersedia. Google berusaha untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih bersih, di mana pengguna dapat merasa tenang mengetahui bahwa mereka tidak perlu khawatir dengan kemungkinan munculnya salinan konten negatif di sejumlah situs lain. Hal ini juga diharapkan dapat mendorong pengguna untuk lebih kritis dalam mengonsumsi informasi serta melindungi reputasi para individu yang mungkin terpengaruh oleh publikasi konten yang merugikan

Selain itu, Google juga telah memperbarui sistem peringkat di mesin pencarinya. Dengan langkah ini, saat pengguna mencari gambar atau video tertentu dengan kata kunci yang mencakup nama seseorang, hanya konten berkualitas tinggi dan non-eksplisit yang akan ditampilkan. Langkah ini tidak hanya memberikan pengalaman pencarian yang lebih relevan, tetapi juga menyoroti komitmen Google dalam memprioritaskan keamanan dan kenyamanan pengguna. Inovasi ini sangat penting di tengah banyaknya berita semu dan konten yang tidak bertanggung jawab, yang dapat membingungkan pengguna dan merusak nama baik berbagai pihak

Meskipun penyaringan ini diperketat, pembaruan terbaru Google Search ini tidak bertujuan untuk menghapus konten sah yang bukan hasil manipulasi, seperti adegan telanjang dalam konteks seni atau film. Google tetap menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan perlindungan dari konten yang berpotensi merusak. Meskipun demikian, tantangan tetap ada, dan Google harus terus bekerja keras untuk membedakan antara konten yang sah dan yang palsu. Upaya ini memerlukan pengawasan berkelanjutan dan mungkin juga melibatkan pemangku kepentingan lain, termasuk komunitas kreator dan pengguna, untuk bersama-sama menciptakan ruang digital yang lebih sehat dan bertanggung jawab

Menurut Melissa Hathaway, seorang pakar keamanan siber dan manajemen risiko digital dari Amerika Serikat, konten hoaks dan deepfake telah menjadi ancaman serius yang terus berkembang di banyak negara. Ancaman ini tidak hanya memengaruhi individu, tetapi juga dapat mengguncang stabilitas sosial dan politik, menimbulkan ketidakpercayaan di antara masyarakat, serta merusak reputasi organisasi dan individu. Masyarakat kini menghadapi tantangan yang lebih besar dalam membedakan antara informasi yang valid dan yang tidak, yang pada gilirannya mendorong pemerintah dan lembaga-lembaga terkait untuk lebih giat dalam melindungi pengguna internet dari disinformasi yang semakin halus dan merugikan

"Dengan mudahnya penyebaran konten hoaks saat ini, ada risiko besar untuk menyebarkan informasi palsu," ujar Melissa dalam diskusi daring tentang integrasi AI pada 7 Mei 2024. Dia melanjutkan, "Deepfake bukan hanya sekadar teknik manipulasi visual, tetapi juga alat untuk menciptakan narasi yang menyesatkan. Pelaku deepfake sering memanfaatkan kelemahan psikologis calon korban dengan memanipulasi algoritma TikTok atau media sosial lainnya, dengan cara mengunggah konten yang lucu atau menghibur yang sebenarnya berisi misleading information, atau dengan menyesuaikan jenis musik yang popular di kalangan pengguna, sehingga lebih menarik perhatian dan mendorong penyebaran konten." Melissa menekankan bahwa keahlian dalam mendeteksi tanda-tanda manipulasi ini sangat penting, terutama di era di mana video dan gambar dapat dipalsukan dengan begitu canggih

Dengan demikian, pengguna media sosial bisa dengan mudah ditipu oleh penyebar konten palsu yang menggunakan teknologi AI canggih. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dan edukasi yang lebih besar di kalangan masyarakat tentang risiko ini, serta pengembangan alat dan teknologi yang dapat membantu mendeteksi dan mengatasi masalah ini secara efektif. Hanya dengan upaya kolektif dari individu, pemerintah, dan perusahaan teknologi, kita dapat membangun ekosistem informasi yang lebih sehat dan dapat dipercaya


Bagikan artikel ini

Video Terkait