Penangkapan Bos Telegram: Apakah Data Pengguna Masih Aman?


Telegram

Telegram

Pengguna Telegram disarankan untuk melakukan pencadangan atau backup data, terutama setelah terjadi skandal penangkapan pemilik platform asal Rusia. Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran mengenai keamanan dan keberlangsungan aplikasi. Dengan semakin populernya Telegram sebagai salah satu platform komunikasi, khususnya di kalangan mereka yang menghargai privasi, sangat penting bagi pengguna untuk menjaga data mereka, termasuk percakapan, file penting, dan informasi pribadi. Pencadangan dapat dilakukan dengan mudah melalui pengaturan aplikasi, di mana tersedia fitur untuk menyimpan semua data baik di perangkat pengguna maupun di cloud. Hal ini membantu mencegah kehilangan informasi berharga ketika situasi yang tidak diinginkan terjadi.

Pakar Keamanan Siber, Alfons Tanujaya, mengakui keberadaan banyak konten melanggar hukum di Telegram, termasuk penyebaran materi ilegal dan aktivitas yang mengancam keamanan siber. Meskipun demikian, ia menekankan bahwa kebebasan berkomunikasi yang diusung oleh Telegram turut mendorong pihak pengelola untuk lebih proaktif dalam membatasi konten negatif. Ini penting agar pengguna merasa aman ketika menggunakan layanan ini. Alfons percaya bahwa perubahan kebijakan yang mungkin akan diambil sebagai respons terhadap skandal ini sangat krusial untuk menjaga reputasi aplikasi di mata pengguna dan pihak berwenang.

Alfons percaya bahwa Telegram akan tetap bertahan meskipun pemiliknya ditangkap dengan tuduhan mengizinkan konten negatif di platform. "Meskipun demikian, kedepannya, penyebaran konten negatif pasti akan semakin sulit di platform ini," ujarnya dalam sebuah wawancara pada Minggu (25/8/2024). Hal ini mengindikasikan bahwa Telegram mungkin akan memperkenalkan algoritma baru atau menerapkan sistem pemantauan yang lebih ketat dengan tujuan memperbaiki citra dan meningkatkan keselamatan penggunanya. Dalam jangka panjang, langkah-langkah ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap pengalaman pengguna serta menunjukkan bahwa platform ini serius dalam menangani isu-isu keamanan.

Dia juga menyarankan kepada pengguna Telegram untuk selalu melakukan backup data yang dianggap penting, mengingat situasi yang tidak menentu terkait kepemilikan dan kebijakan konten. Selain itu, Alfons menekankan pentingnya mengaktifkan two-factor authentication (TFA), sebuah langkah keamanan yang sangat disarankan untuk melindungi akun Telegram dari pencurian identitas dan akses yang tidak sah. "Dengan TFA, pengguna dapat menambahkan lapisan perlindungan, sehingga akun mereka akan jauh lebih aman dari potensi ancaman," tambahnya.

Di sisi lain, Alfons memperingatkan pengguna yang selama ini menggunakan Telegram untuk tujuan negatif dan aktivitas ilegal agar mempertimbangkan kembali perilaku mereka, terutama setelah adanya skandal penangkapan pendiri Telegram. Ia menekankan bahwa tidak menutup kemungkinan data pribadi mereka dapat diakses oleh pihak berwenang. "Bagi mereka yang menyimpan data penting di media sosial, termasuk Telegram, sebaiknya melakukan backup secara teratur, karena tidak ada jaminan bahwa konten yang kita miliki di platform media sosial akan tetap aman," ujarnya. Berita sebelumnya melaporkan bahwa Pavel Durov, miliarder pendiri dan CEO aplikasi Telegram, telah ditangkap di Bandara Bourget, di luar Paris, pada Sabtu malam, menurut laporan TF1 TV dan BFM TV yang mengutip sumber anonim.

Telegram, yang sangat berpengaruh di Rusia, Ukraina, dan bekas republik Uni Soviet lainnya, kini menjadi salah satu platform media sosial utama, bersanding dengan Facebook, YouTube, WhatsApp, Instagram, TikTok, dan WeChat. Dalam dua tahun ke depan, Telegram memiliki ambisi untuk mencapai satu miliar pengguna. Durov, yang sedang dalam perjalanan menggunakan jet pribadinya, dilaporkan menjadi objek surat perintah penangkapan di Prancis sebagai bagian dari penyelidikan oleh pihak kepolisian.

Dikutip dari laporan TF1 bahwa Durov ditangkap sekitar pukul 20.00 (18:00 GMT) setelah melakukan perjalanan dari Azerbaijan. Dengan kekayaan yang diperkirakan mencapai US$15,5 miliar menurut Forbes, Durov mengungkapkan bahwa beberapa pemerintah berusaha menekannya. Meski demikian, ia berkomitmen agar aplikasinya, yang kini memiliki 900 juta pengguna aktif, tetap menjadi "platform netral" dan tidak terlibat dalam "geopolitik. Kedutaan Besar Rusia di Perancis menyatakan kepada kantor berita TASS bahwa mereka belum dihubungi oleh tim Durov setelah berita penangkapannya muncul, tetapi mereka telah mengambil tindakan "segera" untuk mengklarifikasi situasi tersebut.

Sementara itu, Mikhail Ulyanov, perwakilan Rusia untuk organisasi internasional di Wina, bersama beberapa politisi Rusia lainnya, dengan cepat menuduh Prancis bertindak sebagai negara diktator. "Beberapa orang yang naif masih belum menyadari bahwa jika mereka berperan dalam ruang informasi internasional, tidak aman bagi mereka untuk mengunjungi negara yang condong menuju totalitarianisme," tulis Ulyanov di X. Di sisi lain, sejumlah blogger Rusia menyerukan demonstrasi di depan kedutaan besar Prancis di seluruh dunia pada Minggu siang.


Bagikan artikel ini

Video Terkait