Serangan 'Evil Twin': Waspadai Wi-Fi Palsu di Tempat Umum


Ilustrasi WiFi

Ilustrasi WiFi

Pengguna internet yang sering memanfaatkan Wi-Fi gratis di tempat umum harus lebih berhati-hati dan waspada. Di era digital yang semakin maju ini, terdapat ancaman serius yang mengintai, salah satunya adalah jenis serangan siber yang dikenal sebagai evil twin, yang belakangan ini semakin populer dan target utamanya adalah pengguna Wi-Fi gratis. Serangan ini memanfaatkan ketidakpahaman dan kelengahan pengguna yang sering kali mendambakan akses internet tanpa biaya.

Serangan evil twin terjadi ketika hacker yang berpengalaman menciptakan jaringan Wi-Fi palsu yang tampak sangat menyerupai jaringan asli yang biasa digunakan oleh pengunjung, seperti di kedai kopi yang ramai atau bandara yang sibuk. Mereka mencatut nama jaringan yang dikenal, sehingga pengguna yang tidak curiga akan langsung terhubung tanpa berpikir panjang. Jaringan palsu ini biasanya dirancang sedemikian rupa agar menarik perhatian dan mudah diakses, sering kali berlokasi di tempat umum yang ramai. 

Taktik serangan siber evil twin sebenarnya bukanlah hal baru dalam dunia keamanan siber, tetapi metode dan teknik yang digunakan oleh penjahat siber semakin canggih dan mematikan. Perangkat yang digunakan untuk membuat jaringan palsu ini semakin kecil dan portabel, memudahkan pelaku untuk menyembunyikannya di tempat-tempat umum dengan kepadatan pengunjung yang tinggi. 

Dalam banyak kasus, pelaku dapat dengan cepat beralih lokasi untuk menghindari deteksi setelah melakukan aksinya. Ini menjadikan penyerangan dengan metode evil twin tidak hanya berbahaya tetapi juga sulit dilacak. Pengguna perlu lebih menyadari tanda-tanda yang menunjukkan keberadaan jaringan palsu, seperti ketiadaan koneksi yang stabil setelah terhubung atau tidak adanya halaman login resmi, guna melindungi data dan privasi mereka.

Biasanya, Wi-Fi palsu ini akan menampilkan halaman login tiruan yang tampak sangat mirip dengan halaman resmi penyedia layanan internet, serta meminta username dan password pengguna untuk mulai menggunakan internet gratis. Halaman login ini sering kali dirancang sedemikian rupa agar pengguna tidak curiga, lengkap dengan logo dan desain yang biasa mereka lihat. Setelah pengguna memasukkan informasi mereka, username dan password ini dengan cepat dikumpulkan oleh penjahat siber, yang kemudian dapat digunakan untuk membobol akun pengguna dalam waktu yang sangat singkat. Dengan akses ke kredensial tersebut, penjahat dapat melakukan berbagai tindakan penyalahgunaan, seperti mengakses data pribadi, melakukan penipuan finansial, atau bahkan menjual informasi tersebut di pasar gelap.

Menurut konsultan IT Brian Alcorn, pengguna yang sering menggunakan username dan password yang sama berulang kali untuk akun online-nya lebih rawan menjadi korban serangan evil twin. Hal ini karena sekali penjahat siber mendapatkan akses ke satu akun, mereka dapat dengan mudah mencoba kombinasi yang sama untuk akun lainnya. Alcorn memperingatkan bahwa hal ini menjadi krisis privasi yang serius, terutama ketika banyak orang tidak menyadari tentang pentingnya keamanan siber dan penggunaan password yang kuat dan unik untuk setiap akun. Kewaspadaan sangat diperlukan, terutama saat menggunakan jaringan publik yang tidak terjamin keamanannya.

Belum lama ini, kepolisian federal Australia (AFP) menahan seorang pria yang melakukan serangan evil twin di bandar udara di kota Perth, Melbourne, dan Adelaide. Pria itu berhasil membuat jaringan Wi-Fi palsu yang tampaknya tidak mencolok, dan pengguna yang tidak curiga masuk ke dalam perangkapnya, mencuri kredensial email atau media sosial rata-rata pengguna. Yang lebih mencengangkan adalah jumlah korbannya, yang sudah mencapai belasan orang, menunjukkan bahwa meskipun ancaman ini sudah dikenal, banyak pengguna yang masih kurang hati-hati saat terhubung ke jaringan Wi-Fi publik.

"Ketika orang-orang mencoba menghubungkan perangkat mereka ke jaringan Wi-Fi gratis, mereka sering kali tertipu dan dibawa ke halaman web palsu yang dirancang untuk terlihat seperti halaman login resmi. Halaman ini meminta mereka untuk memasukkan kredensial email atau media sosial mereka, yang sering kali mereka lakukan tanpa berpikir panjang. Sayangnya, informasi berharga ini kemudian diduga disimpan di perangkat pria tersebut untuk tujuan penipuan lebih lanjut,” kata AFP dalam keterangan resminya, seperti dikutip dari CNBC, Senin (30/9/2024). Pengguna yang terjebak dalam perangkap ini tidak menyadari bahwa mereka sedang memberikan akses langsung kepada penjahat siber, yang berpotensi dapat mengeksploitasi data mereka untuk melakukan pencurian identitas atau bahkan penipuan finansial.

Setelah kredensial itu dikumpulkan, hacker dengan mudah bisa memanfaatkan informasi tersebut untuk menggali lebih dalam ke dalam kehidupan digital korban, termasuk mengakses informasi sensitif tentang rekening bank dan transaksi keuangan mereka. Tindakan ini tidak hanya mengancam keamanan finansial individu tetapi juga dapat merusak reputasi mereka, terutama jika informasi yang dicuri digunakan untuk kegiatan ilegal. Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya kesadaran pengguna terhadap risiko keamanan saat menggunakan layanan Wi-Fi publik, yang sering kali dianggap aman dan tidak berbahaya oleh kebanyakan orang.

Untuk menghindari serangan evil twin, pengguna internet diminta untuk lebih berhati-hati saat login ke Wi-Fi gratis. Dalam situasi mendesak, seperti saat bekerja di bandara atau kafe dan harus membuka laptop, alternatif yang lebih aman adalah menggunakan tethering ke hotspot di ponsel, yang memungkinkan pengguna untuk memiliki kontrol lebih besar atas koneksi mereka. Tethering memberikan jaminan bahwa koneksi yang digunakan memang berasal dari perangkat pribadi, dan tidak akan terpapar pada risiko keamanan yang sama dengan Wi-Fi publik.

"Anda bisa mengetahui nama jaringan tersebut karena Anda yang membuatnya, dan Anda dapat menggunakan kata sandi yang kuat yang hanya Anda ketahui untuk dapat terhubung,” kata Director of the Rensselaer Cybersecurity Collaboratory Brian Callahan. Dengan cara ini, pengguna dapat memastikan bahwa hanya perangkat mereka yang dapat terhubung dan risiko pencurian informasi dapat diminimalisir. Selain itu, penting juga untuk selalu memonitor aktivitas akun secara berkala dan menggunakan autentikasi dua faktor sebagai lapisan tambahan perlindungan. Dengan langkah-langkah ini, pengguna dapat lebih tenang saat berselancar di dunia digital, terutama di lokasi publik yang rawan terhadap serangan siber.


Bagikan artikel ini

Video Terkait