AI dan Pendidikan: Mendorong Integritas di Era Digital


Ilustrasi Education

Education

Kehadiran Artificial Intelligence (AI) saat ini telah mengubah wajah pendidikan dan pekerjaan. Di satu sisi, AI memberikan kemudahan dalam akses informasi dan mempercepat proses belajar. Namun, di sisi lain, penggunaan AI secara sembarangan dapat menimbulkan masalah, seperti plagiarisme. Fenomena ini kian marak di kalangan mahasiswa yang sering memanfaatkan alat generatif seperti ChatGPT untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik. Hal ini menjadi perhatian serius bagi lembaga pendidikan, termasuk Universitas Pelita Harapan (UPH), yang berkolaborasi dengan Turnitin, sebuah perangkat lunak pendeteksi plagiarisme, untuk meningkatkan kesadaran akan etika penulisan di era digital ini.

Dalam rangka menangani isu ini, UPH mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Elevating Learning and Teaching: The Synergy of AI and Assessment.” Dr. Rijanto Purbojo, selaku Direktur Pusat Pengajaran dan Pembelajaran (CTL) UPH, menyatakan bahwa kemajuan teknologi AI membawa pengaruh besar dalam dunia pendidikan. “Kita perlu memanfaatkan teknologi yang terus berkembang ini dengan bijak, sambil mengantisipasi dampak negatifnya, termasuk plagiarisme. Oleh karena itu, kami bekerja sama dengan Turnitin untuk mengimplementasikan pemeriksaan kemiripan di Learning Management System (LMS), yang dapat diakses oleh mahasiswa dan dosen kapan saja,” ujarnya.

Program pemeriksaan kemiripan bertujuan untuk mencegah plagiarisme dan mendidik mahasiswa mengenai pentingnya integritas dalam penulisan karya ilmiah, seperti tugas, tesis, dan makalah. Dalam kesempatan ini, James Thorley, Wakil Presiden Regional APAC Turnitin, menekankan bahwa kecerdasan buatan dapat memperbaiki kualitas pendidikan jika digunakan dengan bijak. “AI seharusnya menjadi alat bantu yang efektif, terutama ketika kita telah memiliki pengetahuan dasar. Manusia tidak akan digantikan oleh AI, namun individu yang mampu menguasai teknologi AI akan memiliki keunggulan di masa depan,” tegas Thorley.

Selain itu, pandangan dari pihak Universitas Indonesia pun memberikan nuansa berbeda terhadap permasalahan ini. Astha Ekadiyanto, Direktur Pusat Pembelajaran Mandiri (CIL) UI, mengungkapkan bahwa pandemi COVID-19 telah mengubah cara masyarakat belajar dan mengajar. “Kita harus bersikap fleksibel dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada. Teknologi AI seharusnya tidak menjadi momok, melainkan alat yang dapat memperbaiki cara kita belajar,” tuturnya. Ia juga menekankan bahwa tidak hanya AI yang perlu diperhatikan, tetapi cara kita dalam memanfaatkan teknologi tersebut.

Dalam konteks ini, Astha menyoroti pentingnya pemahaman masyarakat akan perkembangan dunia kerja yang terus berubah. Dengan meningkatnya pekerjaan freelance dan kontrak jangka pendek, serta peralihan dari sistem manual ke otomatisasi berbasis AI, mahasiswa dan tenaga kerja diharapkan terus mengembangkan keterampilan mereka. “Keterampilan seperti berpikir kritis, perencanaan strategis, kreativitas, empati, dan kemampuan digital dasar sangat penting untuk dikuasai. Keterampilan-keterampilan ini tidak dapat digantikan oleh AI, meskipun AI dan big data memiliki peran signifikan dalam proses pembelajaran,” jelasnya.

Dalam hal ini, kolaborasi antara universitas dan teknologi adalah langkah strategis untuk mempersiapkan generasi masa depan. Penerapan sistem pemeriksaan kemiripan di lingkungan pendidikan tidak hanya membantu dalam mendeteksi plagiarisme, tetapi juga mendorong mahasiswa untuk lebih bertanggung jawab dalam karya tulis mereka. Hal ini penting untuk membangun budaya akademis yang sehat, di mana integritas dan kejujuran menjadi prioritas utama.

Ke depan, pendidikan perlu lebih adaptif terhadap perubahan yang dihadirkan oleh teknologi. AI bukan hanya sebuah alat, tetapi juga sebuah tantangan yang harus dihadapi dengan bijaksana. Mahasiswa diharapkan mampu menggunakan teknologi ini untuk meningkatkan pemahaman mereka, bukan sekadar sebagai jalan pintas dalam menyelesaikan tugas. Melalui pendekatan yang tepat, AI dapat menjadi mitra yang membantu dalam proses belajar dan pengembangan keterampilan, tanpa mengorbankan nilai-nilai akademis yang fundamental.

Dengan demikian, kesadaran akan pentingnya etika dalam penggunaan AI harus terus ditanamkan di kalangan mahasiswa. Hanya dengan cara ini, kita dapat memastikan bahwa kemajuan teknologi akan membawa manfaat yang optimal bagi dunia pendidikan dan masyarakat secara keseluruhan.


Bagikan artikel ini

Video Terkait