Starlink Ajukan Izin VSAT dan ISP, Target Ibu Kota Nusantara
- Rita Puspita Sari
- •
- 12 Feb 2024 07.07 WIB
Satelit Starlink milik Elon Musk telah mengajukan izin untuk menjadi penyelenggara jaringan satelit VSAT dan internet service provider (ISP) di Indonesia melalui Online Single Submission (OSS). Menurut Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kemenkominfo, Wayan Toni Supriyanto, Starlink akan diberikan izin pengoperasian (ULO) jika memenuhi persyaratan dalam OSS dan dianggap layak untuk beroperasi di Indonesia.
“Saat ini PT Starlink Indonesia sedang mengajukan izin penyelenggaraan jartup VSAT dan ISP melalui OSS,” ujar Wayan yang dikutip dari BisnisTekno, Jumat (9/2/2024).
Wayan menjelaskan bahwa Starlink harus memenuhi beberapa persyaratan dalam OSS, termasuk sertifikat perangkat dari Ditjen SDPPI, IP Address dari APJII, dan keterangan terkait konfigurasi jaringan. Starlink saat ini sedang berusaha memenuhi persyaratan tersebut.
“Izin Starlink tergantung dari pemenuhan persyaratan dalam OSS, apabila memenuhi syarat dan dinyatakan layak operasi maka izin penyelenggaraan akan keluar atau terbit secara online,” ujar Wayan.
Setelah kelengkapan persyaratan OSS terpenuhi, Kemenkominfo akan menilai perusahaan tersebut untuk mendapatkan izin penyelenggaraan telekomunikasi. Izin Starlink akan tergantung pada pemenuhan persyaratan OSS dan akan diterbitkan secara online jika memenuhi syarat.
Jika Starlink mendapatkan izin penyelenggaraan telekomunikasi, perusahaan ini harus mematuhi peraturan yang sama dengan penyelenggara telekomunikasi lainnya di Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak akan membatasi wilayah layanan Starlink, dan penentuan wilayah layanan akan diserahkan pada kerjasama dengan operator.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan rencana Starlink untuk masuk ke Ibukota Negara (IKN) Nusantara. Luhut menyatakan bahwa Starlink tengah menunggu penerbitan izin layak operasi dari Kemenkominfo untuk masuk ke Indonesia. “Begitu (ULO) itu jalan, 5 hari kemudian dia bisa datang ke Indonesia,” kata Luhut. Lebih Lanjut, Presiden Joko Widodo mengusulkan agar pembukaan Starlink dilakukan di IKN dan dapat dimanfaatkan oleh puskesmas di sekitar ibu kota negara baru. “Presiden minta supaya puskesmas-puskesmas yang tidak terjangkau dengan komunikasi, dengan Starlink ini bisa terjangkau,” ujar Luhut.
Starlink Garap Layanan Internet IKN: Manfaat dan Risiko
Masyarakat Telematika Indonesia menyatakan bahwa kehadiran Starlink di IKN dapat menghasilkan latensi yang lebih rendah dan komunikasi yang lebih cepat. Namun, keberadaan Starlink juga mengancam industri lokal dan menimbulkan masalah keamanan data. Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional, Mastel Sigit Puspito Wigati, menjelaskan bahwa satelit Starlink, yang termasuk low earth orbit (LEO), menyediakan jangkauan yang lebih baik daripada satelit geostasioner seperti Satria-1.
“Satelit NGSO yang berada di orbit Bumi rendah [LEO] mengorbit pada ketinggian yang lebih rendah daripada satelit GEO, yang berarti sinyal dapat menempuh jarak yang lebih pendek dari dan ke satelit. Hal ini menghasilkan latensi yang lebih rendah dan kecepatan komunikasi yang lebih cepat,” ujar Sigit, Jumat (9/2/2024).
Sigit menyatakan bahwa Starlink dapat meningkatkan konektivitas global dan menggunakan spektrum frekuensi radio yang terbatas secara lebih efisien. Namun, kehadiran Starlink dapat merugikan industri lokal, terutama industri mobile dan fixed broadband. Dian Siswarini, bos XL Axiata, menyatakan kekhawatiran bahwa Starlink dapat merebut pangsa pasar operator seluler. “Apalagi sekarang muncul pemain baru yang nantinya akan mendunia kalau Elon Musk muncul, sudah masuk ke sini dan kita tidak mendapatkan playfield yang sama. Wah, itu mungkin bisa dibabat habis,” ujar Dian, Kamis (24/8/2023).
Sigit menyarankan pemerintah untuk membatasi perizinan Starlink dan satelit LEO lainnya untuk mengantisipasi disrupsi industri telekomunikasi. Menurutnya, pemerintah dapat mengarahkan produsen satelit LEO untuk memberikan layanan di daerah remote atau membatasi layanan tersebut hanya untuk backhaul, bukan untuk dijual secara langsung kepada konsumen.
Tantangan bagi Starlink di IKN: Perspektif APJII
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) berpendapat bahwa satelit low earth orbit (LEO) Starlink tidak terlalu diperlukan di IKN Nusantara. Menurut Ketua Umum APJII, Muhammad Arif Angga, lebih tepat jika jaringan telekomunikasi di IKN dibangun dengan menggunakan fiber optik karena lokasi IKN tidak jauh dari Balikpapan dan Samarinda.
Angga menekankan bahwa sudah ada lebih dari 30 internet service provider (ISP) lokal di Kalimantan yang seharusnya digandeng oleh pemerintah untuk melayani IKN, bukan Starlink yang merupakan perusahaan asing. Keberadaan Starlink di IKN dapat mengancam eksistensi ISP lokal dan menghambat pertumbuhan industri telekomunikasi dalam negeri. “Kalau untuk IKN sudah lebih dari 30 ISP lokal asli Kalimantan, saya berpendapat seharusnya mereka ini yg digandeng oleh pemerintah,” ujar Angga, Jumat (9/2/2024).
APJII menyarankan agar kehadiran Starlink atau teknologi internet lainnya dikolaborasikan dengan ISP lokal untuk mendukung pertumbuhan industri telekomunikasi dalam negeri. “Potensi Starlink dan harganya dapat mematikan ISP yang beroperasi di wilayah pinggiran, kenapa harus Starlink? Banyak ISP daerah yang bisa didorong untuk melayani area-area (di IKN),” ujar Angga. Selain itu, APJII menyoroti masalah keamanan dan kedaulatan negara terkait adopsi Starlink di IKN, serta perlunya regulasi yang jelas untuk mengatur penggunaan teknologi satelit di Indonesia.
Pengajuan izin VSAT dan ISP oleh Starlink di Indonesia menciptakan diskusi tentang manfaat dan risiko kehadiran perusahaan asing di pasar telekomunikasi domestik. Meskipun Starlink menawarkan kecepatan dan jangkauan yang luas, kehadirannya juga menimbulkan kekhawatiran terhadap eksistensi industri telekomunikasi lokal dan masalah keamanan data.
Pemerintah perlu mempertimbangkan dengan cermat dampak sosial, ekonomi, dan keamanan dari kehadiran Starlink di Indonesia, terutama dalam konteks rencana pembangunan IKN. Kolaborasi antara perusahaan asing dan industri lokal dapat menjadi solusi untuk mendukung pertumbuhan ekosistem telekomunikasi yang sehat dan berkelanjutan di Indonesia.