UU PDP Berlaku, Perusahaan Wajib Tunjuk Petugas Data Pribadi


Cyber Protection

Cyber Protection

Pada hari Kamis (17/10/2024), Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) No. 27 Tahun 2022 resmi berlaku di Indonesia. Setelah disahkan dua tahun lalu, peraturan ini lahir sebagai respons atas meningkatnya insiden pelanggaran dan penyalahgunaan data pribadi, yang telah memicu kekhawatiran di berbagai sektor, baik di kalangan masyarakat maupun pelaku usaha. UU PDP menetapkan kerangka kerja hukum yang bertujuan melindungi data pribadi, serta selaras dengan standar internasional seperti General Data Protection Regulation (GDPR) di Eropa.

Peraturan ini tidak hanya mengatur hak-hak individu dalam hal perlindungan data, tetapi juga menempatkan tanggung jawab pada entitas pengendali dan pemroses data. Setiap pelanggaran terhadap UU ini dapat mengakibatkan sanksi hukum yang berat, baik berupa denda maupun konsekuensi lainnya. Oleh karena itu, setiap perusahaan wajib memastikan bahwa mereka mematuhi aturan ini dengan menunjuk pejabat yang bertanggung jawab atas perlindungan data, yaitu Petugas Perlindungan Data atau Data Protection Officer (DPO).

Peran Penting Petugas Perlindungan Data (DPO)

Salah satu kewajiban utama yang diatur dalam UU PDP adalah penunjukan Petugas Perlindungan Data (DPO). Fungsi DPO menjadi sangat penting, terutama bagi perusahaan atau organisasi yang melakukan pemrosesan data pribadi dalam skala besar, termasuk data sensitif. DPO bertugas memantau pemrosesan data secara rutin dan sistematis, memastikan bahwa perusahaan mematuhi semua ketentuan yang berlaku terkait perlindungan data.

Microsoft dan EY, dua perusahaan teknologi besar, telah merilis panduan mengenai peran DPO dalam UU PDP melalui white paper berjudul "Indonesia's Personal Data Protection Law". Dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa DPO harus memiliki keahlian dalam hukum perlindungan data serta mampu menerapkan strategi perlindungan data di dalam organisasi. Mereka juga bertanggung jawab menjadi penghubung antara perusahaan, otoritas pengawas, dan individu yang datanya diproses.

Selain itu, DPO harus bertindak secara independen tanpa menerima instruksi dari pihak pengendali atau pemroses data. Hal ini ditegaskan oleh Panji Wasmana, National Technology Officer Microsoft Indonesia, yang menyebutkan pentingnya memilih DPO yang sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) serta melakukan pelatihan pendahuluan agar siap menghadapi tantangan implementasi UU PDP.

DPO as a Service: Solusi Fleksibel bagi Perusahaan

Bagi perusahaan yang tidak memiliki staf internal yang memenuhi kualifikasi sebagai DPO, tersedia solusi DPO as a Service. Layanan ini memungkinkan perusahaan untuk menunjuk pakar eksternal yang berperan sebagai DPO, memberikan saran dan pemantauan terkait kepatuhan perusahaan terhadap UU PDP. Microsoft dalam white paper-nya menyebutkan bahwa DPO as a Service adalah solusi yang fleksibel dan hemat biaya, memungkinkan perusahaan untuk tetap fokus pada bisnis inti mereka tanpa mengabaikan kewajiban perlindungan data.

DPO as a Service tidak hanya berperan dalam memberikan saran, tetapi juga memantau dan mengevaluasi kebijakan perlindungan data perusahaan, mengkoordinasikan penilaian dampak perlindungan data, serta bertindak sebagai narahubung untuk otoritas pengawas. Hal ini membuat perusahaan dapat lebih efisien dalam mengelola perlindungan data pribadi dan mengurangi risiko kesalahan penanganan.

Konsekuensi Jika Perusahaan Tidak Menunjuk DPO

Kegagalan dalam menunjuk DPO sesuai ketentuan UU PDP dapat mendatangkan kerugian yang signifikan bagi perusahaan. Pertama, perusahaan dapat dikenai sanksi hukum berupa denda hingga Rp10 miliar atau 2% dari pendapatan tahunan, tergantung mana yang lebih besar. Sanksi ini tentu memberikan tekanan besar, terutama bagi perusahaan yang bergerak di bidang pemrosesan data dalam jumlah besar.

Kedua, tanpa adanya DPO, risiko terjadinya pelanggaran data akan meningkat. DPO berfungsi sebagai pengawas pemrosesan data, sehingga tanpa peran ini, perusahaan berpotensi lebih rentan terhadap pelanggaran data dan kesalahan penanganan data pribadi.

Ketiga, kegagalan mematuhi UU PDP juga dapat merusak reputasi perusahaan. Kehilangan kepercayaan publik akibat pelanggaran data dapat berdampak buruk pada citra perusahaan dan menurunkan kepercayaan konsumen. Reputasi yang rusak sulit dipulihkan dan dapat mengakibatkan kerugian jangka panjang.

Terakhir, ketidakefisienan operasional bisa terjadi jika perusahaan tidak menunjuk DPO. Tanpa pengawasan yang memadai, manajemen perlindungan data bisa mengalami kekacauan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan celah dalam kepatuhan terhadap UU PDP.

Dengan diberlakukannya UU PDP, perusahaan-perusahaan di Indonesia harus bersiap menghadapi era baru perlindungan data yang lebih ketat. Penunjukan DPO yang tepat dan strategi perlindungan data yang baik bukan hanya membantu perusahaan mematuhi hukum, tetapi juga menjaga kepercayaan dan reputasi di mata publik.


Bagikan artikel ini

Video Terkait