Serangan Siber Berbasis AI: Begini Cara Mencegah Serangannya
- Rita Puspita Sari
- •
- 08 Okt 2025 16.26 WIB

Ilustrasi Cybersecurity AI
Artificial Intelligence (AI) kini bukan lagi sekadar teknologi futuristik, melainkan telah menjadi bagian penting dari kehidupan modern. Dari membantu pekerjaan administratif, analisis data, hingga mendeteksi ancaman keamanan, AI membawa efisiensi yang belum pernah ada sebelumnya. Namun, di balik semua manfaat itu, muncul ancaman baru yang tak kalah berbahaya: serangan siber berbasis AI.
Teknologi yang awalnya dirancang untuk membantu manusia, kini justru dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan digital untuk melancarkan serangan yang lebih cepat, cerdas, dan sulit dideteksi.
Laporan Check Point’s State of Cybersecurity 2025 menunjukkan peningkatan signifikan dalam jumlah serangan siber yang menggunakan AI dan algoritma machine learning di berbagai tahap serangan.
Dengan kemampuan untuk belajar, beradaptasi, dan meniru perilaku manusia, AI telah mengubah cara kerja para peretas secara fundamental. Serangan yang dulu membutuhkan waktu dan tenaga besar, kini bisa dijalankan secara otomatis dan masif hanya dengan satu sistem pintar.
Lalu, bagaimana sebenarnya AI digunakan dalam serangan siber, apa saja ciri-cirinya, dan bagaimana cara terbaik untuk mencegahnya?
Bagaimana AI Dimanfaatkan dalam Serangan Siber
AI mampu melakukan pekerjaan yang biasanya hanya bisa dilakukan manusia — tetapi dengan kecepatan, ketepatan, dan skala yang jauh lebih besar. Dalam konteks kejahatan siber, teknologi ini membantu pelaku mengotomatiskan berbagai tahapan serangan: mulai dari reconnaissance (pengintaian target), eksploitasi celah keamanan, penyebaran malware, hingga pergerakan lateral di dalam jaringan perusahaan.
Berikut beberapa cara utama AI digunakan oleh peretas untuk melancarkan aksinya:
-
Pengintaian Target (Target Reconnaissance)
Tahap pertama dari serangan siber biasanya dimulai dengan pengumpulan informasi. AI dapat digunakan untuk mengidentifikasi target dengan cepat melalui pengumpulan data dari sumber publik, seperti media sosial (LinkedIn, Facebook, X), situs perusahaan, dan direktori daring.Melalui data tersebut, AI dapat menganalisis:
- Struktur jaringan perusahaan
- Peran dan jabatan karyawan
- Aset digital yang terekspos publik
Proses yang biasanya memakan waktu berhari-hari bagi manusia kini bisa dilakukan dalam hitungan menit. Dengan informasi ini, pelaku dapat menentukan target bernilai tinggi dan menyesuaikan serangan secara presisi.
-
Fuzzing Otomatis
Fuzzing adalah teknik pengujian perangkat lunak yang digunakan untuk mencari bug atau celah keamanan dengan cara memasukkan data acak atau rusak ke dalam sistem.AI, terutama yang berbasis reinforcement learning, mampu mempelajari bagaimana sistem bereaksi terhadap input tertentu dan mengoptimalkan proses tersebut.
Alih-alih mencoba secara acak seperti metode tradisional, AI dapat:
- Menemukan crash atau error lebih cepat
- Mendeteksi perilaku abnormal pada sistem
- Menemukan pelanggaran kontrol akses yang tersembunyi
Dengan pendekatan ini, AI membantu penjahat siber menemukan celah keamanan lebih cepat dibanding manusia mana pun.
-
Serangan Phishing dan Deepfake
Salah satu bentuk serangan paling populer dan berbahaya yang kini ditingkatkan oleh AI adalah phishing.Melalui teknologi deepfake, pelaku dapat memanipulasi suara, gambar, atau video seseorang dengan tingkat realisme yang sangat tinggi.Bayangkan seorang karyawan menerima panggilan video dari atasannya yang meminta transfer dana segera — padahal, sosok yang ia lihat hanyalah hasil rekayasa AI.
Kasus nyata seperti ini terjadi pada tahun 2024 di perusahaan teknik Arup.
Seorang staf keuangan menuruti instruksi palsu dari panggilan video berisi rekan-rekannya yang ternyata merupakan hasil deepfake. Akibatnya, ia mentransfer 200 juta dolar Hong Kong (sekitar Rp410 miliar) ke rekening pelaku.
AI juga mempermudah peretas mengidentifikasi calon korban. Sistem bisa mengumpulkan data dari media sosial profesional seperti LinkedIn, lalu mencocokkannya dengan kredensial bocor dari basis data lain. Dengan demikian, pelaku bisa menyusun daftar korban potensial secara otomatis.
Ciri-Ciri Umum Serangan Siber Berbasis AI
Serangan berbasis AI memiliki ciri khas yang membedakannya dari serangan tradisional. Serangan ini jauh lebih cepat, terencana, dan sulit dideteksi karena AI dapat terus menyesuaikan strategi berdasarkan hasil pengamatan di lapangan.
Berikut beberapa tanda khas dari serangan siber berbasis AI:
-
Port Scanning yang Lebih Cepat dan Cerdas
AI memungkinkan peretas memindai jaringan publik maupun privat untuk mencari port terbuka dan layanan yang rentan.Dulu, proses ini dilakukan secara manual dan memakan waktu. Kini, AI mampu:
- Mengidentifikasi celah keamanan dengan presisi tinggi
- Menentukan prioritas target bernilai tinggi
- Memperpendek waktu antara pemindaian dan peluncuran serangan
Hasilnya, serangan bisa terjadi dalam hitungan menit setelah port ditemukan terbuka.
-
Data Scraping dalam Skala Besar
AI mempermudah proses data scraping, yaitu pengumpulan data dalam jumlah besar dari berbagai sumber online.
Data ini digunakan untuk:- Membuat profil korban
- Menyusun strategi serangan sosial
- Meniru gaya komunikasi organisasi
Bahkan, beberapa pelaku menggunakan chatbot AI untuk berinteraksi langsung dengan calon korban melalui media sosial, seolah-olah mereka adalah rekan bisnis atau HR perusahaan. Dari percakapan sederhana, mereka bisa menggali informasi sensitif seperti alamat email kantor, jadwal rapat, atau bahkan kredensial login.
-
Lateral Movement
Begitu berhasil menembus satu titik lemah, peretas sering melakukan lateral movement — berpindah ke sistem lain menggunakan kredensial yang telah dicuri.AI dapat mengotomatiskan proses ini dengan mencoba kredensial yang sama di berbagai layanan cloud dan server internal. Ini membuat pelaku dapat memperluas jangkauan serangan tanpa terdeteksi.
-
Serangan Phishing Otomatis dengan Model GPT
Model bahasa seperti GPT (Generative Pre-trained Transformer), yang digunakan pada ChatGPT, kini bisa dimodifikasi untuk tujuan jahat.Dengan melatih GPT pada data phishing, pelaku dapat menciptakan:
- Email penipuan dengan tata bahasa sempurna
- Skrip rekayasa sosial yang meyakinkan
- Konten digital palsu seperti situs login tiruan
AI juga mampu mempelajari gaya komunikasi seseorang, misalnya gaya menulis manajer keuangan atau CEO dan menirunya untuk mengelabui korban.
Inilah mengapa banyak email phishing kini tampak “terlalu sempurna” untuk dicurigai.
Langkah-Langkah Pencegahan Serangan Siber Berbasis AI
Untuk melindungi diri dari ancaman yang semakin canggih ini, perusahaan dan individu harus mengadopsi pendekatan keamanan yang lebih proaktif dan berbasis kecerdasan. Berikut adalah beberapa praktik terbaik yang direkomendasikan:
-
Pantau Perilaku Endpoint dan Jaringan
Salah satu cara paling efektif untuk mendeteksi serangan AI adalah dengan menggunakan AI itu sendiri sebagai pertahanan.Model machine learning dapat dipasang pada jaringan dan perangkat (endpoint) untuk mempelajari pola aktivitas normal, seperti:
- Waktu login pengguna
- Jenis file yang diakses
- Pola lalu lintas data
Jika sistem mendeteksi aktivitas yang tidak biasa, seperti login tengah malam dari lokasi asing atau transfer data besar ke server luar negeri, alarm akan langsung aktif.
Pendekatan berbasis perilaku ini membantu mendeteksi ancaman secara real-time sebelum menimbulkan kerusakan besar.
-
Edukasi dan Pelatihan Anti-Phishing untuk Karyawan
Manusia tetap menjadi titik terlemah dalam rantai keamanan siber.
Oleh karena itu, perusahaan wajib memberikan pelatihan keamanan digital yang berkelanjutan, khususnya bagi karyawan di bagian keuangan, administrasi, dan komunikasi publik.Pelatihan ini harus mencakup:
- Cara mengenali email buatan AI yang terlihat realistis
- Cara memverifikasi identitas pengirim
- Tanda-tanda deepfake dalam video atau panggilan suara
- Karyawan juga perlu dilatih untuk selalu melakukan verifikasi dua arah, misalnya melalui panggilan langsung sebelum melakukan transaksi penting.>
Dengan membangun kesadaran ini, organisasi memiliki lapisan pertahanan manusia yang lebih tangguh terhadap manipulasi berbasis AI.
-
Gunakan Sistem Respons Otomatis
Waktu respons sangat krusial dalam menghadapi serangan AI.
Begitu ancaman terdeteksi, sistem keamanan berbasis AI dapat langsung mengeksekusi tindakan otomatis seperti:- Memblokir IP mencurigakan di firewall
- Mereset akun pengguna yang terkompromi
- Mengisolasi perangkat dari jaringan utama
Dengan respons otomatis ini, waktu antara deteksi dan penanganan dapat dipangkas secara drastis — mengurangi dampak serangan sebelum menyebar luas.
-
Terapkan Kerangka Regulasi dan Standar Keamanan Global
Organisasi besar sebaiknya menerapkan kerangka kerja keamanan siber yang diakui secara internasional seperti NIST Cybersecurity Framework atau ISO 27001. Kerangka ini membantu:- Menentukan prioritas keamanan
- Menstandarkan prosedur di semua cabang perusahaan
- Menghindari celah akibat perbedaan kebijakan antarnegara
Selain itu, regulasi internal membantu menyatukan pandangan seluruh pemangku kepentingan — tidak hanya tim IT, tetapi juga manajemen, HR, hingga keuangan — dalam upaya menjaga keamanan digital.
Kecerdasan buatan telah menjadi katalis transformasi di dunia keamanan siber baik sebagai alat pertahanan maupun senjata penyerang.
Serangan berbasis AI kini berkembang dengan kecepatan luar biasa, mampu menipu manusia, dan menembus sistem dengan tingkat efisiensi tinggi.
Namun, solusi untuk ancaman ini juga datang dari tempat yang sama: AI melawan AI. Dengan menggabungkan teknologi deteksi berbasis pembelajaran mesin, analisis perilaku, otomatisasi respons, dan pelatihan sumber daya manusia, organisasi dapat membangun pertahanan digital yang tangguh.
Pada akhirnya, teknologi hanyalah alat. Yang menentukan apakah AI digunakan untuk melindungi atau menyerang adalah manusia di baliknya. Membangun kesadaran, etika, dan kesiapan menghadapi era serangan siber cerdas adalah langkah krusial menuju masa depan digital yang lebih aman.