Penelitian Ungkap Komputasi Kuantum Terdistribusi Lebih Tangguh


Ilustrasi Quantum Computing

Ilustrasi Quantum Computing

Selama bertahun-tahun, pengembangan komputer kuantum dibayangkan akan mengikuti pola yang sama dengan komputer klasik: semakin besar dan semakin terintegrasi, semakin kuat pula kemampuannya. Dalam pendekatan ini, semua qubit, gate, dan sistem error correction berada dalam satu mesin besar yang terpusat, atau dikenal sebagai arsitektur monolitik. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa membangun satu komputer kuantum raksasa bukanlah perkara mudah.

Keterbatasan manufaktur, tantangan stabilitas qubit, serta kesulitan menjaga kualitas keterikatan (entanglement) dalam sistem besar membuat para peneliti mulai melirik pendekatan alternatif. Salah satu pendekatan yang kini semakin mendapat perhatian adalah komputasi kuantum terdistribusi, yaitu menghubungkan beberapa unit pemrosesan kuantum (Quantum Processing Unit/QPU) yang lebih kecil untuk bekerja secara kolektif.

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Evan E. Dobbs dari Aalto University, bersama Nicolas Delfosse dan Aharon Brodutch dari IonQ Inc., menunjukkan bahwa pendekatan ini bukan hanya memungkinkan, tetapi juga berpotensi mengungguli arsitektur monolitik, bahkan ketika dihadapkan pada keterbatasan besar: interkoneksi yang lambat.

 

Tantangan Nyata Interkoneksi Kuantum

Berbeda dengan komputer klasik, di mana data dapat dipindahkan dengan sangat cepat melalui kabel atau jaringan optik, interkoneksi dalam sistem kuantum jauh lebih rumit. Untuk menghubungkan dua QPU, diperlukan keterikatan kuantum yang biasanya diwujudkan dalam bentuk pasangan Bell. Proses pembuatan pasangan Bell ini tidak instan dan sering kali jauh lebih lambat dibandingkan operasi gerbang kuantum di dalam satu QPU.

Dalam model yang dikaji oleh para peneliti, setiap QPU hanya terhubung dengan dua QPU lainnya, setiap koneksi hanya dapat menghasilkan satu pasangan Bell dalam satu waktu, dan waktu pembangkitan pasangan Bell bisa mencapai lima hingga 15 kali lebih lama dibandingkan waktu operasi satu gerbang kuantum. Kondisi ini merepresentasikan keterbatasan teknologi interkoneksi kuantum saat ini secara realistis.

Pertanyaannya sederhana, tetapi krusial:
Apakah menghubungkan banyak QPU dengan kondisi seburuk ini tetap memberikan keuntungan dibandingkan satu QPU besar?

 

Model “Interkoneksi Lambat” yang Realistis

Alih-alih mengasumsikan teknologi ideal, penelitian ini justru berangkat dari skenario terburuk yang masih masuk akal. Model “interkoneksi lambat” yang mereka gunakan membatasi:

  • Setiap QPU hanya memiliki dua koneksi,
  • Setiap koneksi menghasilkan satu pasangan Bell dalam satu waktu,
  • Waktu pembangkitan keterikatan jauh lebih lambat dari operasi gate.

Pendekatan ini penting karena banyak proposal komputasi kuantum terdistribusi sebelumnya mengandalkan asumsi interkoneksi cepat dan masif, yang dalam praktiknya masih sulit diwujudkan. Dengan model yang ketat ini, hasil penelitian menjadi lebih relevan untuk pengembangan perangkat kuantum generasi dekat.

 

CliNR: Error Correction Key dalam Sistem Terdistribusi

Salah satu kunci keberhasilan komputasi kuantum adalah Error Correction. Qubit sangat rentan terhadap gangguan lingkungan, sehingga tanpa skema koreksi kesalahan yang efektif, perhitungan kuantum akan cepat gagal.

Dalam penelitian ini, fokus diarahkan pada CliNR (Clifford Noise Reduction), yaitu skema error correction parsial yang dirancang khusus untuk rangkaian Clifford. Alih-alih mencoba mengoreksi semua kesalahan secara penuh CliNR berfokus pada pengurangan noise secara strategis dengan biaya yang lebih ringan.

Para peneliti mengusulkan versi terdistribusi dari CliNR, di mana rangkaian Clifford dipecah menjadi subrangkaian yang dijalankan pada QPU berbeda melalui mekanisme yang disebut state injection.

 

Keunggulan Paralelisasi Resource State

Keunggulan utama dari CliNR terdistribusi terletak pada paralelisasi persiapan dan verifikasi resource state. Resource state adalah keadaan kuantum khusus yang diperlukan untuk menjalankan subrangkaian tertentu.

Dalam arsitektur monolitik, semua resource state harus disiapkan secara berurutan dalam satu sistem, sehingga meningkatkan kedalaman rangkaian dan akumulasi noise. Sebaliknya, dalam arsitektur terdistribusi:

  • Resource state disiapkan secara paralel di beberapa QPU,
  • Verifikasi dilakukan secara independen,
  • Kedalaman rangkaian total menjadi lebih pendek.

Pendekatan ini secara langsung mengurangi peluang kesalahan, karena qubit tidak perlu “bertahan hidup” terlalu lama selama proses komputasi.

 

Mengatasi Interkoneksi Lambat dengan Desain Cerdas

Masalah utama dari interkoneksi lambat adalah risiko stalling, yaitu kondisi di mana komputasi terhenti karena pasangan Bell yang dibutuhkan belum tersedia. Desain CliNR terdistribusi secara khusus meminimalkan konsumsi keterikatan saat state injection.

Artinya, sebagian besar pasangan Bell yang diperlukan dapat dipersiapkan jauh sebelum proses injeksi dimulai, bahkan ketika QPU sedang sibuk menyiapkan resource state lainnya. Dengan cara ini, keterbatasan kecepatan interkoneksi tidak lagi menjadi hambatan utama.

 

Bukti dari Hasil Simulasi

Untuk menguji pendekatan ini, para peneliti menjalankan simulasi menggunakan rangkaian Clifford acak dengan 85 qubit yang didistribusikan ke dalam empat QPU. Hasilnya cukup mencolok:

  • Tingkat kesalahan logis lebih rendah dibandingkan implementasi langsung,
  • Kedalaman jaringan lebih pendek dibandingkan CliNR monolitik,
  • Kinerja tetap stabil meskipun interkoneksi lambat.

Dengan kata lain, sistem terdistribusi tidak hanya “bertahan”, tetapi benar-benar unggul dalam kondisi yang sangat terbatas.

 

Skalabilitas dan Analisis Asimtotik

Penelitian ini tidak berhenti pada simulasi skala kecil. Dalam analisis asimtotik—yaitu ketika jumlah QPU terus bertambah—para peneliti membuktikan bahwa sistem tetap dapat berjalan tanpa hambatan jika setiap koneksi memiliki kapasitas paralel sebesar O(T/ln T), dengan T sebagai jumlah QPU.

Menariknya, kebutuhan ini tumbuh jauh lebih lambat dibandingkan jumlah QPU itu sendiri. Artinya, untuk membangun sistem kuantum yang jauh lebih besar, peningkatan kapasitas interkoneksi tidak perlu berskala linier. Ini merupakan kabar baik bagi pengembangan komputer kuantum modular.

 

Menuju Keunggulan Kuantum Terdistribusi

Dengan desain ini, para peneliti bahkan membuka kemungkinan eksperimen keunggulan kuantum terdistribusi, yaitu demonstrasi kemampuan komputasi yang tidak dapat ditiru oleh komputer klasik, tetapi dilakukan oleh sistem kuantum yang terdiri dari banyak QPU kecil.

Eksperimen semacam ini dapat dilakukan menggunakan rangkaian Clifford terkonjugasi yang diimplementasikan melalui CliNR terdistribusi, tanpa menunggu teknologi interkoneksi ultra-cepat yang mungkin baru tersedia bertahun-tahun ke depan.

Bagikan artikel ini

Komentar ()

Video Terkait