|
- 15 Agt 2022 14.16 WIB
Terdapat 2 Artikel Acclivis
Di era digital saat ini, setiap langkah yang kita ambil di dunia maya meninggalkan jejak yang sulit dihapus. Mulai dari mengunjungi situs web, mengunggah foto, memberikan like di media sosial, hingga melakukan pencarian di Google — semua aktivitas ini meninggalkan jejak digital. Jejak digital tidak hanya mencerminkan aktivitas online kita, tetapi juga dapat digunakan oleh perusahaan, pengiklan, dan bahkan pelaku kejahatan siber. Jika tidak dikelola dengan bijak, jejak digital ini bisa mengancam privasi, reputasi, hingga keamanan data pribadi kita.
|
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) tengah mengambil langkah maju dalam mengadopsi teknologi blockchain melalui proyek percontohan yang sedang dikembangkan. Teknologi blockchain, yang telah menjadi tren dalam berbagai sektor keuangan digital, memberikan mekanisme basis data yang lebih transparan dan aman, memungkinkan berbagi informasi di dalam jaringan bisnis dengan lebih efektif.
Di tengah kemajuan teknologi dan kemudahan akses internet, dunia digital kini telah menjadi bagian integral dari kehidupan kita. Segala sesuatu, mulai dari komunikasi, pendidikan, hingga hiburan, kini berada dalam genggaman dan dapat diakses hanya dengan beberapa kali klik. Akan tetapi, di balik segala kemudahan ini, muncul tantangan baru yang perlu diwaspadai, yaitu fenomena cyberbullying.
Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari. Dari berbagi momen pribadi hingga membentuk opini publik, platform-platform sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook, dan TikTok telah mengubah cara kita berinteraksi. Namun, di balik kemudahan berkomunikasi dan berbagi informasi, penting bagi setiap pengguna untuk memahami dan menerapkan etika bermedia sosial.
Jejak digital telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan online. Saat menjelajahi internet, mengirim email, menggunakan media sosial, atau mendaftar di berbagai situs, jejak digital kita terbentuk. Namun, adanya jejak digital juga membawa risiko privasi yang perlu diperhatikan.
Di era digital yang terus berkembang, bayang-bayang kejahatan siber seperti session hijacking menjadi ancaman serius bagi bisnis dan pengguna internet. Serangan ini dapat mengakibatkan kerugian besar jika menimpa website atau aplikasi, terutama karena data pribadi seseorang lebih mudah dicuri dan disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Setiap tahunnya, ratusan ribu kasus pembajakan sesi terjadi, menandakan betapa rentannya informasi pribadi di dunia maya.
Pada era digital yang semakin maju, teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, mulai dari bekerja, belajar, hingga bersosialisasi. Namun, seiring dengan kemudahan yang ditawarkan, muncul pula tantangan besar dalam menjaga etika, keamanan, dan tanggung jawab di dunia maya. Konsep Digital Citizenship atau Kewarganegaraan Digital hadir sebagai panduan penting bagi setiap individu untuk memahami hak, kewajiban, dan prinsip etika dalam berinteraksi secara digital. Dengan penerapan Digital Citizenship, kita dapat menciptakan ekosistem digital yang lebih aman, produktif, dan beradab bagi semua
|
Di era digital, "brain rot" menjadi fenomena baru yang mengancam perkembangan anak. Istilah ini menggambarkan dampak negatif dari konsumsi media sosial berlebihan, seperti penurunan kemampuan berpikir kritis dan kreativitas. Orangtua perlu memahami bahaya ini dan mengambil langkah pencegahan agar anak tetap berkembang secara optimal.
Bertransaksi online adalah solusi praktis di era digital, tetapi juga membutuhkan kewaspadaan ekstra untuk menghindari risiko kejahatan siber. Dengan mengikuti tips-tips di atas, Anda bisa menikmati kemudahan transaksi online tanpa khawatir kehilangan data atau uang Anda.
Selalu ingat, keamanan adalah tanggung jawab bersama. Jangan ragu untuk membagikan tips ini kepada teman dan keluarga agar mereka juga terhindar dari risiko transaksi online yang tidak aman. Mari kita jadikan internet tempat yang lebih aman untuk semua.
|
Serangan siber melalui aplikasi di telepon seluler mengalami lonjakan yang signifikan. Selain itu, peretasan juga merambah infrastruktur komputasi awan (cloud) dengan berbagai skema yang semakin canggih. Bahkan, penggunaan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) oleh para hacker semakin mempersulit deteksi serangan dan mengurangi waktu yang dibutuhkan dalam setiap serangan.
Cyberbullying atau perundungan di dunia maya adalah fenomena yang semakin marak di era digital. Tanpa memandang usia atau latar belakang, siapa saja dapat menjadi korban dari tindakan ini. Mengingat dampaknya yang besar terhadap kesehatan mental dan emosional korban, penting bagi kita untuk mengenali bentuk-bentuk cyberbullying agar dapat mencegah dan mengatasinya.
|
Australia baru saja memberlakukan undang-undang yang melarang anak di bawah 16 tahun menggunakan media sosial, termasuk TikTok dan Instagram. Kebijakan ini bertujuan melindungi anak dari dampak negatif seperti kecanduan layar dan cyberbullying. Jika aturan serupa diterapkan di Indonesia, akankah hal ini memberikan manfaat yang sama atau menghadapi tantangan unik sesuai budaya dan kondisi lokal?