Ancaman Shadow AI: Risiko Data & Praktik Aman 2025
- Rita Puspita Sari
- •
- 14 jam yang lalu

Ilustrasi Shadow AI
Perkembangan Artificial Intelligence (AI) kini semakin cepat merambah berbagai bidang. Jika dulu AI hanya dipakai oleh perusahaan besar dengan infrastruktur canggih, sekarang siapa pun bisa mengakses alat AI generatif melalui aplikasi berbasis cloud. Namun, di balik manfaatnya, ada fenomena baru yang diam-diam menjadi ancaman bagi keamanan data perusahaan: Shadow AI.
Shadow AI bukanlah istilah yang mengada-ada. Faktanya, ia sudah menjadi kenyataan sehari-hari di banyak organisasi modern. Banyak karyawan secara diam-diam mulai memakai alat AI generatif seperti ChatGPT, Claude, atau Midjourney untuk membantu pekerjaan mereka, tanpa pengawasan dari tim IT atau keamanan. Sekilas hal ini tampak wajar karena niatnya untuk meningkatkan produktivitas. Tetapi, di balik itu terdapat risiko besar seperti kebocoran data, pelanggaran regulasi, dan keputusan bisnis yang tidak dapat dilacak asal-usulnya.
Artikel ini akan mengulas lebih dalam tentang apa itu Shadow AI, perbedaannya dengan Shadow IT, risiko yang ditimbulkan, bagaimana ia muncul di organisasi, hingga langkah terbaik untuk mengendalikannya tanpa harus menghambat inovasi.
Apa Itu Shadow AI?
Shadow AI adalah penggunaan alat, aplikasi, atau model AI secara tidak sah di dalam organisasi, yakni tanpa sepengetahuan atau persetujuan tim IT maupun tim keamanan.
Biasanya, hal ini dimulai dari karyawan yang ingin bekerja lebih cepat atau lebih efisien. Misalnya, seorang staf hukum yang meminta ChatGPT merangkum kontrak panjang, atau tim pemasaran yang menggunakan AI untuk membuat naskah iklan. Walaupun tampak praktis, penggunaan semacam ini bisa menimbulkan risiko besar karena tidak ada pengawasan resmi dari perusahaan.
Shadow AI vs Shadow IT
Sebelum ada istilah Shadow AI, kita lebih dulu mengenal Shadow IT yakni penggunaan perangkat atau aplikasi yang tidak disetujui perusahaan, seperti Dropbox atau Google Drive pribadi untuk menyimpan dokumen kerja.
Shadow AI merupakan “generasi baru” dari fenomena ini. Bedanya, jika Shadow IT hanya berkaitan dengan aplikasi, maka Shadow AI melibatkan “kecerdasan” yang mampu memproses data dan membuat keputusan. Dengan kata lain, bukan sekadar apa yang dipakai, tetapi juga bagaimana alat tersebut berpikir dan memengaruhi hasil kerja.
Berikut perbandingan singkat keduanya:
Kategori | Shadow IT | Shadow AI |
Definisi | Aplikasi/perangkat tanpa izin | Alat atau model AI tanpa izin |
Contoh Umum | Dropbox, Google Drive, Slack | ChatGPT, Notion AI, asisten CRM berbasis AI |
Risiko Utama | Kebocoran data, integrasi tidak aman | Kebocoran data, bias output, manipulasi prompt |
Pengawasan | Bisa terdeteksi lewat jaringan | Sering tak terlihat tanpa alat khusus |
Tata Kelola | Diatur lewat kontrol SaaS | Membutuhkan pemantauan AI dan tracking prompt khusus |
Risiko Kepatuhan | Tinggi | Lebih tinggi lagi, karena perilaku model sulit dipahami |
Dari tabel di atas terlihat bahwa risiko Shadow AI lebih kompleks dibanding Shadow IT.
Mengapa Shadow AI Berbahaya?
Berbeda dengan Shadow IT, yang masih bisa dideteksi lewat jaringan atau aplikasi SaaS, Shadow AI jauh lebih sulit dilacak. Tanpa jejak audit, organisasi tidak tahu data apa yang sudah diproses, siapa yang mengakses, atau keputusan apa yang dipengaruhi oleh AI.
Ada beberapa alasan mengapa Shadow AI sangat berbahaya bagi organisasi modern.
-
Alat AI Melewati Protokol Keamanan
Banyak alat AI berbasis cloud atau freemium dapat menembus firewall perusahaan dan tidak terikat pada kebijakan keamanan internal. Seorang karyawan bisa saja tanpa sadar mengunggah data sensitif ke chatbot, padahal data itu mungkin disimpan atau dicatat oleh sistem AI tersebut. -
Risiko Kebocoran dan Kehilangan Data
Sebagian besar alat AI generatif menyimpan percakapan untuk melatih model. Ini berarti data yang pernah dimasukkan, seperti nama klien, laporan keuangan, atau bahkan kode sumber, bisa muncul kembali di interaksi lain. Bahkan jika ada fitur “opt-out”, banyak pengguna tidak mengaturnya. -
Menyulitkan Kepatuhan Regulasi
Di sektor yang diatur ketat seperti kesehatan dan keuangan, penggunaan Shadow AI dapat melanggar aturan seperti GDPR, HIPAA, atau SOC 2. Misalnya, GDPR mewajibkan hak untuk menghapus data pribadi, sedangkan AI pihak ketiga mungkin menyimpannya tanpa kontrol. -
Menguatkan Bias dan Keputusan yang Tidak Terdeteksi
AI belajar dari data latihannya. Jika data tersebut bias, maka hasilnya juga bisa diskriminatif. Lebih buruk lagi, jika Shadow AI dipakai tanpa pengawasan, keputusan penting perusahaan bisa dibuat berdasarkan output yang salah atau menyesatkan—tanpa catatan siapa yang bertanggung jawab.
Bagaimana Shadow AI Muncul di Organisasi?
Menariknya, Shadow AI sering muncul bukan karena niat buruk. Kebanyakan terjadi karena kenyamanan, tekanan kerja, atau tidak adanya aturan jelas.
Contohnya:
- Direktur penjualan menginstal asisten email AI untuk mempercepat komunikasi.
- Analis hukum junior merangkum NDA dengan ChatGPT.
- Tim pemasaran menulis iklan menggunakan plugin gratisan berbasis AI.
Setiap contoh terlihat sederhana, tetapi setiap penggunaan tanpa izin ini menambah risiko bagi perusahaan.
Faktor umum yang mendorong munculnya Shadow AI antara lain:
- Tim non-IT memakai AI tanpa pengawasan. Misalnya HR, pemasaran, atau hukum.
- Tidak ada kebijakan AI yang jelas. Karyawan pun berimprovisasi dengan alat yang mereka temukan.
- Ledakan alat AI freemium. Banyak SaaS kini menambahkan fitur AI secara default.
Contoh Alat Shadow AI yang Sering Dipakai
Fenomena Shadow AI bisa muncul di hampir semua departemen. Beberapa contoh alat yang paling sering dipakai karyawan tanpa izin resmi antara lain:
-
Chatbot Generatif (ChatGPT, Gemini, Claude)
Chatbot adalah pilihan favorit banyak karyawan untuk brainstorming ide, membuat ringkasan laporan, atau memformat data. Namun, ketika data sensitif dimasukkan ke chatbot, ada risiko kebocoran karena percakapan bisa disimpan atau digunakan untuk melatih model AI. -
Alat Otomatisasi Konten & Copywriting
Produk seperti Jasper dan Copy.ai banyak digunakan tim pemasaran untuk membuat teks iklan atau kampanye media sosial. Risiko utamanya adalah isu hak kekayaan intelektual dan akurasi output. Konten yang dihasilkan bisa bias, plagiat, atau tidak sesuai standar hukum. -
Analitik & Business Intelligence (BI) Berbasis AI
Beberapa aplikasi spreadsheet atau dashboard bisnis kini memiliki asisten AI bawaan yang dapat menganalisis data keuangan atau HR. Masalahnya, alat ini sering beroperasi tanpa jejak audit. Artinya, tidak ada catatan jelas siapa yang mengakses data sensitif dan bagaimana hasil analisis dihasilkan. -
Asisten AI di CRM, Pemasaran, & Desain
Tim sales, customer support, hingga desainer kerap menggunakan plugin AI untuk menjawab pesan atau membuat materi visual. Sayangnya, alat ini biasanya tidak dilengkapi fitur kontrol izin peran yang detail, sehingga rawan kebocoran data pelanggan.
Mengapa Shadow AI Sulit Dideteksi?
Ada beberapa alasan utama mengapa Shadow AI lebih sulit dikendalikan dibandingkan Shadow IT:
Tantangan | Penjelasan |
Penggunaan tersebar | Karyawan bisa mengakses AI lewat browser, ponsel, atau aplikasi SaaS pribadi. |
Tidak ada visibilitas terpusat | Sebagian besar organisasi tidak tahu alat apa yang dipakai, atau prompt apa yang diketik. |
Mudah dipakai, sulit dipantau | Siapa pun bisa menggunakan AI tanpa instalasi atau izin resmi. |
Kebijakan lemah | Meski ada aturan, banyak karyawan yang tidak menyadarinya atau memilih mengabaikan. |
Kombinasi faktor di atas membuat Shadow AI ibarat “api dalam sekam”. Sekilas tak terlihat, tetapi bisa membesar menjadi masalah besar.
5 Praktik Terbaik Mengendalikan Shadow AI
Menghapus AI sama sekali dari tempat kerja bukanlah solusi. AI tetap membawa manfaat besar jika digunakan dengan aman. Kuncinya adalah pengelolaan yang cerdas. Berikut lima langkah terbaik yang bisa dilakukan organisasi:
-
Tetapkan Kebijakan Jelas tentang Alat AI yang Disetujui
Alih-alih melarang total, buat daftar alat AI resmi yang boleh dipakai. Sertakan panduan penggunaan, batasan data, serta pengaturan kontrol akses. Misalnya: ChatGPT bisa digunakan hanya untuk brainstorming ide, bukan untuk data klien. -
Edukasi Karyawan tentang Risiko AI
Pelatihan rutin sangat penting agar karyawan memahami bahaya prompt injection, halusinasi AI, dan kebocoran data. Kesadaran ini membuat mereka lebih berhati-hati sebelum menggunakan alat AI gratisan. -
Terapkan Role-Based Access Control (RBAC)
Pastikan akses AI disesuaikan dengan jabatan. Misalnya, hanya tim legal tertentu yang boleh memakai AI untuk analisis kontrak, sementara karyawan lain hanya bisa menggunakan fitur ringan seperti ringkasan email. -
Gunakan Sistem Pemantauan & Peringatan
Pasang sistem yang bisa mendeteksi penggunaan AI di seluruh organisasi. Alat seperti Lasso bahkan menyediakan fitur Shadow LLM untuk melacak siapa yang menggunakan GenAI, dari mana, dan untuk apa. -
Audit Shadow AI Secara Berkala
Karena alat AI terus berkembang, audit harus dilakukan secara berkala. Audit ini mencakup plugin di browser, API, hingga layanan SaaS. Dengan begitu, organisasi bisa tetap sejalan dengan inovasi tanpa mengorbankan keamanan.
Kesimpulan
Shadow AI bukan sekadar tren sesaat, melainkan tantangan nyata bagi organisasi modern. Meski lahir dari niat baik karyawan untuk meningkatkan produktivitas, penggunaan AI tanpa pengawasan bisa mengundang masalah besar: mulai dari kebocoran data hingga krisis reputasi.
Solusi terbaik bukanlah melarang, melainkan mengatur, mendidik, dan memantau. Dengan kebijakan yang jelas, kontrol akses yang ketat, serta audit berkala, perusahaan bisa memanfaatkan kekuatan AI tanpa jatuh ke dalam jebakan Shadow AI.
Di era digital 2025, organisasi yang mampu menyeimbangkan inovasi dan keamanan akan menjadi pemenang. Shadow AI bisa menjadi ancaman, tetapi juga peluang—asal dikelola dengan bijak.