Apa Itu FOBO? Dampak dan Cara Mengatasinya
- Rita Puspita Sari
- •
- 25 Feb 2025 22.54 WIB

Ilustrasi FOBO
Di era digital yang serba cepat ini, muncul berbagai fenomena psikologis baru yang memengaruhi cara berpikir dan bertindak seseorang. Salah satunya adalah FOBO (Fear of a Better Option) atau takut ada pilihan yang lebih baik. Istilah ini menggambarkan kecemasan seseorang dalam mengambil keputusan karena selalu merasa ada opsi yang lebih baik di luar sana. FOBO semakin sering dialami oleh Generasi Z, yang tumbuh dengan berbagai pilihan tak terbatas di dunia digital.
Fenomena ini pertama kali diperkenalkan oleh Patrick McGinnis, seorang penulis dan kapitalis ventura. Ia menggambarkan FOBO sebagai kondisi di mana seseorang enggan berkomitmen pada satu pilihan karena khawatir akan kehilangan opsi yang lebih baik di masa depan. Dalam jangka panjang, FOBO bisa menimbulkan berbagai dampak negatif, mulai dari stres hingga menurunnya kualitas hidup.
Artikel ini akan membahas lebih dalam tentang apa itu FOBO, bagaimana dampaknya terhadap kesehatan mental, serta cara mengatasinya agar tidak menjadi penghalang dalam kehidupan sehari-hari.
Apa Itu FOBO?
FOBO adalah bentuk kecemasan yang timbul ketika seseorang merasa kesulitan memilih karena takut membuat keputusan yang salah. Alih-alih segera mengambil keputusan, mereka justru menunda-nunda, berharap menemukan pilihan yang lebih baik. Akibatnya, mereka bisa kehilangan kesempatan yang ada di depan mata.
Patrick McGinnis bahkan menyebut FOBO sebagai "saudara jahat" dari FOMO (Fear of Missing Out atau takut ketinggalan).
- FOMO mendorong seseorang untuk selalu ikut tren agar tidak merasa tertinggal.
- FOBO membuat seseorang ragu dan menunda keputusan karena takut ada pilihan yang lebih baik.
Contoh FOBO bisa kita temukan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti:
- Memilih menu makanan di restoran: Seseorang bisa menghabiskan waktu lama hanya untuk menentukan apa yang ingin dimakan karena takut salah memilih.
- Memutuskan destinasi liburan: Ada banyak pilihan tempat wisata menarik, tetapi seseorang sulit memutuskan karena khawatir ada tempat yang lebih baik.
- Memilih pasangan hidup: Beberapa orang enggan berkomitmen dalam hubungan karena selalu berpikir ada orang yang lebih cocok di luar sana.
Meskipun memiliki banyak pilihan seharusnya menjadi keuntungan, FOBO justru membuat orang merasa terjebak dalam ketidakpastian.
Ciri-ciri FOBO yang Perlu Diketahui
Salah satu ciri utama dari FOBO (Fear of Better Options) adalah ketidakmampuan untuk merasa puas dengan pilihan yang tersedia. Orang yang mengalami FOBO sering kali menunda keputusan, berharap ada opsi yang lebih baik yang akan muncul di kemudian hari. Sikap ini bisa terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari keputusan kecil seperti memilih restoran hingga keputusan besar seperti menentukan jalur karier atau pasangan hidup.
- Selalu Mencari Pilihan yang Lebih Baik
Individu dengan FOBO cenderung terus mencari informasi tentang opsi lain, bahkan setelah menemukan pilihan yang sudah memadai.Misalnya, saat ingin makan malam di restoran, mereka mungkin sudah menemukan tempat yang sesuai dengan selera dan anggaran, tetapi tetap melanjutkan pencarian dengan harapan menemukan restoran yang lebih baik. Akibatnya, mereka menghabiskan waktu yang berlebihan hanya untuk membuat satu keputusan sederhana.
- Menunda Keputusan Secara Berlebihan
Seseorang yang mengalami FOBO sering kali mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan karena terus mempertimbangkan berbagai kemungkinan. Mereka takut membuat keputusan yang nantinya akan disesali jika ada pilihan lain yang lebih baik.Sikap ini dapat menghambat produktivitas, terutama dalam lingkungan kerja atau saat harus membuat keputusan penting dalam kehidupan pribadi.
- Mengutamakan Diri Sendiri dalam Pengambilan Keputusan
Orang dengan FOBO cenderung lebih fokus pada pencarian keputusan terbaik untuk diri mereka sendiri tanpa mempertimbangkan bagaimana hal tersebut berdampak pada orang lain.Misalnya, dalam sebuah kelompok yang ingin menentukan destinasi liburan, individu dengan FOBO mungkin akan terus menimbang-nimbang berbagai pilihan tanpa memikirkan kepentingan atau preferensi anggota lain. Hal ini bisa menyebabkan ketidakpuasan dan frustrasi di kalangan teman atau rekan kerja yang terlibat, karena mereka merasa diabaikan dalam proses pengambilan keputusan.
Dampak FOBO terhadap Kesehatan Mental
Kecemasan yang ditimbulkan oleh FOBO tidak hanya berdampak pada pengambilan keputusan sehari-hari, tetapi juga berpengaruh terhadap kesehatan mental seseorang. Beberapa dampak negatif dari FOBO meliputi:
-
Decision Fatigue (Kelelahan dalam Mengambil Keputusan)
Semakin banyak pilihan yang tersedia, semakin sulit bagi seseorang untuk mengambil keputusan. Hal ini bisa menyebabkan decision fatigue, yaitu kondisi di mana seseorang merasa lelah dan stres akibat terlalu sering berpikir dan menimbang berbagai pilihan.Menurut Patrick McGinnis, kelelahan dalam mengambil keputusan ini bisa membuat seseorang justru tidak mengambil keputusan sama sekali. Akibatnya, mereka kehilangan peluang berharga karena terlalu lama ragu-ragu.
-
Meningkatkan Kecemasan dan Ketidakpuasan
FOBO dapat membuat seseorang terus-menerus mempertanyakan keputusan yang telah diambil. Mereka merasa tidak yakin dengan pilihan mereka dan takut telah membuat kesalahan. Hal ini bisa memicu kecemasan, stres, bahkan depresi.Menurut Psikolog Patricia Dixon, FOBO juga bisa mengikis rasa percaya diri seseorang. Mereka merasa selalu salah dalam mengambil keputusan, sehingga lama-kelamaan menjadi tidak percaya pada intuisi mereka sendiri.
-
Menyebabkan Prokrastinasi
Orang yang mengalami FOBO sering kali menunda-nunda keputusan (prokrastinasi). Mereka berharap dapat menemukan pilihan yang lebih baik di kemudian hari, tetapi pada akhirnya justru tidak memilih sama sekali.Dalam jangka panjang, kebiasaan ini dapat menghambat pertumbuhan pribadi dan profesional, karena mereka kehilangan banyak kesempatan hanya karena takut salah memilih.
-
Mengganggu Hubungan dengan Orang Lain
Dalam hubungan sosial, FOBO bisa menjadi masalah besar. Seseorang yang selalu ragu-ragu dalam berkomitmen, baik dalam pertemanan maupun hubungan romantis, akan kesulitan membangun koneksi yang kuat dengan orang lain. Mereka takut "terjebak" dalam hubungan yang kurang ideal, padahal tidak ada hubungan yang sempurna.Patricia Dixon menyebutkan bahwa FOBO dapat menghambat perkembangan pribadi seseorang dan mengurangi kemampuan mereka dalam membangun hubungan yang sehat dengan orang lain.
Cara Mengatasi FOBO
Meskipun FOBO adalah fenomena yang umum terjadi, bukan berarti kita tidak bisa mengatasinya. Berikut beberapa cara yang dapat membantu mengurangi dampak FOBO dalam kehidupan sehari-hari:
- Menyadari bahwa Tidak Ada Keputusan yang Sempurna
Tidak ada keputusan yang benar-benar sempurna. Setiap pilihan pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dengan menyadari hal ini, kita bisa lebih mudah menerima keputusan yang sudah diambil tanpa terus-menerus meragukannya.Menurut Patricia Dixon, kita perlu membingkai ulang cara berpikir kita dengan menerima bahwa keputusan yang kita ambil saat ini adalah yang terbaik berdasarkan informasi yang kita miliki. Jika ada pilihan yang lebih baik di masa depan, kita bisa menyesuaikan keputusan kita nanti.
- Mengurangi Jumlah Pilihan yang Ada
Semakin banyak pilihan yang tersedia, semakin sulit untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu, batasi jumlah pilihan yang kita pertimbangkan. Jika terlalu banyak opsi, buat daftar singkat dengan 2-3 pilihan terbaik, lalu buat keputusan dari sana.Salah satu metode yang sering dianjurkan oleh para ahli adalah "aturan tiga pilihan", yaitu membatasi opsi hanya pada tiga pilihan terbaik, sehingga memudahkan pengambilan keputusan.
- Percayai Intuisi dan Jangan Berlebihan Menganalisis
Sering kali, naluri kita sudah mengetahui apa yang terbaik bagi kita. Namun, FOBO membuat kita terus menganalisis setiap kemungkinan secara berlebihan (overthinking). Ini justru bisa membuat kita semakin sulit memilih.Menurut Dixon, penting untuk belajar mendengarkan intuisi kita sendiri dan percaya bahwa keputusan yang kita ambil sudah cukup baik.
- Gunakan Metode Sederhana dalam Memilih
Jika masih sulit mengambil keputusan, coba gunakan metode sederhana seperti melempar koin atau membuat aturan sendiri secara sewenang-wenang. Ini bisa membantu kita membuat keputusan dengan lebih cepat tanpa terlalu banyak berpikir.
Sebagai contoh, jika bingung memilih menu makanan, buat aturan seperti:
- Jika ragu antara dua pilihan, pilih yang pertama kali terlintas di pikiran.
- Jika masih bingung, pilih yang lebih mudah atau lebih sehat.
Dengan cara ini, kita tidak akan terlalu lama terjebak dalam kebimbangan.
- Fokus pada Manfaat Jangka Panjang
Alih-alih terjebak dalam ketakutan akan pilihan yang lebih baik, cobalah untuk berpikir tentang manfaat jangka panjang dari keputusan yang diambil. Apakah keputusan tersebut akan membawa dampak positif dalam hidup kita? Jika ya, maka itu adalah pilihan yang baik.Menurut McGinnis, banyak orang yang mengalami FOBO sebenarnya takut berkomitmen, bukan takut salah memilih. Oleh karena itu, penting untuk fokus pada apa yang benar-benar penting dalam jangka panjang, bukan hanya pilihan yang terlihat lebih baik saat ini.
Kesimpulan
FOBO atau Fear of a Better Option adalah fenomena kecemasan modern yang sering dialami oleh Generasi Z. Ketakutan akan adanya pilihan yang lebih baik dapat membuat seseorang menunda keputusan, mengalami kecemasan, dan kehilangan banyak peluang.
Meskipun memiliki banyak pilihan bisa menjadi keuntungan, terlalu banyak opsi justru bisa membuat kita terjebak dalam keraguan. Oleh karena itu, penting untuk belajar menerima keputusan yang diambil, mengurangi jumlah pilihan, dan percaya pada intuisi kita sendiri. Dengan begitu, kita bisa menjalani hidup dengan lebih tenang dan bebas dari kecemasan yang tidak perlu.