BI Siap Uji Coba Rupiah Digital dengan Teknologi Blockchain
- Rita Puspita Sari
- •
- 28 Agt 2024 22.07 WIB
Bank Indonesia (BI) terus berinovasi dalam menghadapi perkembangan teknologi digital dengan meluncurkan proyek ambisius untuk menguji coba penggunaan rupiah digital berbasis teknologi blockchain atau distributed ledger technology (DLT). Uji coba ini, yang merupakan bagian dari inisiatif besar yang dinamakan Proyek Garuda, akan segera dilakukan dalam waktu dekat. Proyek ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi dan kesiapan teknologi blockchain dalam mendukung operasional dan fungsi fundamental kebanksentralan di Indonesia.
Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Ryan Rizaldy, mengungkapkan bahwa penerbitan rupiah digital melalui Proyek Garuda telah memasuki tahap yang signifikan. Tahap awal, yaitu uji coba dalam bentuk cash ledger, telah berhasil diselesaikan. Uji coba ini melibatkan simulasi perpindahan rupiah digital dari satu tangan ke tangan lainnya, serta proses pemusnahan rupiah digital yang tak terpakai. Kini, BI bersiap untuk melanjutkan ke tahap berikutnya yang lebih kompleks, yaitu pengembangan securities ledger.
Pada tahap securities ledger ini, rupiah digital akan diuji coba dalam konteks operasi moneter dan transaksi ke pasar keuangan. Langkah ini sangat penting karena akan memberikan petunjuk terkait kemampuan teknologi blockchain atau DLT dalam mereplikasi fungsi-fungsi utama bank sentral. Apakah teknologi ini bisa digunakan untuk mendukung stabilitas moneter, keamanan transaksi, serta efisiensi dalam operasi keuangan di Indonesia?
Namun, Ryan menegaskan bahwa uji coba ini masih bersifat eksperimental. "Yang sedang kami coba di sini kalau basisnya distributed ledger atau blockchain kira-kira bagaimana, cocok enggak dengan cara kerja bank sentral," jelasnya dalam sebuah forum Pelatihan Wartawan BI di Badung, Bali, pada Senin (26/8/2024). Pernyataan ini menunjukkan bahwa BI belum akan meluncurkan rupiah digital secara resmi dalam teknologi blockchain sebelum memiliki data yang cukup untuk memastikan kesiapan teknologi tersebut dalam konteks kebanksentralan Indonesia.
Setelah tahap eksperimen ini selesai, BI berencana untuk melanjutkan ke uji coba berikutnya yang lebih luas, yaitu pada level lintas batas atau internasional. Ini menunjukkan ambisi BI untuk tidak hanya mengadopsi teknologi baru dalam skala nasional, tetapi juga menjajaki potensi integrasi dengan sistem keuangan global. Ryan menjelaskan bahwa pengembangan rupiah digital ini merupakan salah satu dari enam arah strategi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030. Strategi ini diharapkan dapat mendorong transformasi sistem pembayaran di Indonesia menuju era digital yang lebih aman, efisien, dan inklusif.
Langkah BI ini sejalan dengan upaya bank sentral di berbagai negara lain. Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, dan bank sentral Inggris, Bank of England, juga telah mengembangkan inisiatif serupa untuk menciptakan mata uang digital mereka sendiri. Ini menunjukkan bahwa mata uang digital, termasuk rupiah digital, bukan sekadar tren sementara, tetapi merupakan langkah strategis untuk masa depan sistem keuangan global.
Rupiah digital yang tengah dikembangkan oleh BI adalah wujud konkret dari amanat Undang-Undang Mata Uang yang telah diubah melalui Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Dalam regulasi tersebut, ditetapkan bahwa macam rupiah terdiri dari tiga bentuk, yaitu rupiah kertas, rupiah logam, dan rupiah digital. Khusus untuk rupiah digital, akan ada dua jenis yang diterbitkan, yaitu wholesale digital rupiah (w-Rupiah Digital) dan retail digital rupiah (r-Rupiah Digital). Keduanya akan dikembangkan secara terintegrasi, dengan w-Rupiah Digital difokuskan pada transaksi antarbank dan r-Rupiah Digital untuk transaksi ritel yang digunakan masyarakat umum.
Dalam perkembangannya, teknologi blockchain dan DLT memang menjanjikan banyak manfaat, seperti peningkatan transparansi, keamanan, dan efisiensi dalam transaksi keuangan. Namun, seperti yang disampaikan oleh Ryan Rizaldy, implementasi teknologi ini dalam konteks kebanksentralan memerlukan kajian mendalam dan data yang komprehensif. Oleh karena itu, BI memilih pendekatan yang hati-hati dengan melakukan uji coba secara bertahap sebelum benar-benar meluncurkan rupiah digital secara resmi.
Jika uji coba ini berhasil, Indonesia berpotensi menjadi salah satu negara pionir dalam adopsi mata uang digital yang didukung oleh teknologi blockchain. Hal ini tidak hanya akan memperkuat sistem keuangan nasional, tetapi juga membuka peluang baru dalam integrasi ekonomi digital global. BI, melalui Proyek Garuda dan strategi BSPI 2030, menunjukkan komitmennya untuk terus beradaptasi dengan perubahan teknologi dan kebutuhan zaman, sekaligus menjaga stabilitas dan keamanan sistem keuangan Indonesia.
Ke depannya, masyarakat dan pelaku industri keuangan di Indonesia perlu terus memantau perkembangan uji coba ini. Sebab, keberhasilan atau kegagalan dalam implementasi rupiah digital akan berdampak besar pada berbagai aspek, mulai dari kebijakan moneter, regulasi keuangan, hingga perilaku ekonomi masyarakat. Sebagai negara dengan populasi besar dan dinamika ekonomi yang terus berkembang, adopsi teknologi seperti blockchain dalam sistem keuangan Indonesia dapat menjadi salah satu tonggak penting dalam perjalanan menuju ekonomi digital yang maju dan berdaya saing global.