BRIN Kembangkan Teknologi Sub-THz dan Cloud Cerdas untuk 6G


Ilustrasi Jaringan 6G

Ilustrasi Jaringan 6G

Indonesia terus mempercepat langkah menuju era konektivitas generasi berikutnya. Setelah jaringan 5G mulai diterapkan, kini penelitian dan inovasi mulai diarahkan ke teknologi 6G yang diprediksi akan hadir sekitar tahun 2030–2035. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjadi salah satu lembaga yang berada di garis depan pengembangan teknologi ini, terutama melalui dua riset kunci: perangkat sub-terahertz (sub-THz) berbasis optikal dan arsitektur jaringan cloud cerdas. Kedua teknologi ini dinilai sebagai fondasi penting dalam menghadirkan sistem komunikasi ultra-cepat dan ultra-efisien untuk masa depan.

 

Menuju 6G: Kebutuhan Data 100 Kali Lebih Cepat dari 5G

Transformasi digital global mendorong lahirnya berbagai kebutuhan baru dalam konektivitas, mulai dari metaverse, kendaraan otonom, robotika industri, hingga internet of senses. Semua layanan tersebut memerlukan latensi sangat rendah, throughput besar, dan jaringan yang mampu beradaptasi dalam waktu nyata.

Dalam webinar PRT #6 bertema “Teknologi Kunci untuk Beyond 5G: Inovasi Spektrum Sub-THz dan Arsitektur Jaringan Terdistribusi” pada Kamis (27/11), Ken Paramayudha, Peneliti Pusat Riset Telekomunikasi BRIN, menyampaikan bahwa 6G diproyeksikan dapat menghadirkan kecepatan data hingga 100 kali lebih tinggi dibanding 5G. Artinya, permintaan teknologi dan kapasitas jaringan akan meningkat secara drastis.

“Teknologi telekomunikasi akan semakin maju dan beralih menuju 6G, di mana kebutuhan akan kecepatan data dapat mencapai hingga seratus kali lebih cepat dibanding 5G,” ujar Ken Paramayudha.

Salah satu kunci untuk mencapai target tersebut adalah penggunaan spektrum sub-terahertz, yang mampu menampung kapasitas data sangat besar.

 
Inovasi Sub-THz: Terobosan Sinyal 100 GHz untuk Komunikasi Ultra-Cepat

Salah satu tantangan terbesar dalam teknologi 6G adalah bagaimana menghasilkan sinyal sub-THz secara stabil, efisien, dan dapat beroperasi pada temperatur ruangan. BRIN menjawab tantangan ini melalui pengembangan perangkat berbasis difference frequency generation (DFG) dan rectangular waveguide yang memanfaatkan material optik non-linear.

Hasil riset ini menunjukkan capaian penting: perangkat berhasil memproduksi continuous wave signal hingga 100 GHz — tonggak besar dalam komunikasi generasi mendatang.

Keunggulan teknologi ini antara lain:

  • Tidak memerlukan pendingin kriogenik
  • Stabil untuk penggunaan jangka panjang
  • Lebih mudah diintegrasikan dengan sistem industri

Ken menjelaskan bahwa efisiensi penguatan sinyal meningkat berkat integrasi desain fotonik dan microwave melalui resonansi dan simulasi CST. Sinergi tersebut membuka peluang luas dalam berbagai aplikasi.

Potensi aplikasi teknologi sub-THz

  • High-speed optical-electrical conversion
  • Transmitter radio berbasis serat optik
  • Komunikasi berkecepatan tinggi di area padat trafik seperti pusat bisnis dan industri
  • Backbone jaringan untuk layanan metaverse, XR, hingga robotik jarak jauh

“Perangkat ini dapat diterapkan untuk aplikasi high-speed optical-electrical conversion dan transmitter radio berbasis serat optik,” tambah Ken.

Dengan kata lain, riset ini membuka pintu penting agar Indonesia tidak tertinggal dalam kemampuan hardware teknologi 6G.

 
Cloud Cerdas: Jantung Kendali Jaringan 6G

Selain teknologi frekuensi tinggi, jaringan 6G juga membutuhkan sistem cloud yang jauh lebih intelligent dibanding saat ini. Hal ini dipaparkan oleh Arief Indra Irawan, PhD student di Okayama University, yang mengulas topik komunikasi cloud intelijen sebagai salah satu pilar penting jaringan 6G.

Menurut Arief, virtualisasi jaringan menjadi tulang punggung telekomunikasi masa depan. Dengan konsep service function chaining (SFC) pada lingkungan multi-domain virtual networking, sebuah layanan dapat secara otomatis menentukan jalur, kapasitas, dan prioritas sesuai kondisi trafik.

Di sinilah deep reinforcement learning (DRL) — algoritma kecerdasan buatan — memegang peran kunci.

Kemampuan DRL dalam jaringan 6G

  • Mengambil keputusan adaptif berdasarkan kondisi jaringan real-time
  • Menentukan penempatan fungsi layanan secara otomatis
  • Mengoptimalkan jalur komunikasi antar domain
  • Menjaga efisiensi dan privasi pemrosesan data
  • Mendukung konektivitas full-dimensional multi-access (darat, udara, dan satelit)

“Keputusan jaringan harus bersifat cerdas karena DRL mampu melakukan optimasi jangka panjang berdasarkan lingkungan operasional,” jelas Arief.
Dengan cloud cerdas, jaringan 6G tidak hanya cepat, tetapi juga fleksibel, efisien, dan aman.

 
Dampak Strategis bagi Indonesia

Pengembangan teknologi sub-THz dan cloud cerdas menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya mempersiapkan diri sebagai pengguna 6G, tetapi juga kontributor berkembang dalam teknologi inti.

Beberapa dampak strategis riset ini:

  • Memperkuat kemandirian teknologi nasional
  • Mendorong ekosistem industri dan manufaktur komponen telekomunikasi
  • Meningkatkan daya saing riset Indonesia di tingkat global
  • Membuka peluang kerja sama investasi dengan industri teknologi internasional

BRIN menegaskan bahwa penelitian akan terus dikembangkan, khususnya pada bidang:

  • Material dan komponen untuk frekuensi tinggi
  • Integrasi fotonik-microwave
  • Virtualisasi jaringan lintas domain
  • Sistem telekomunikasi berbasis kecerdasan jaringan

Teknologi 6G diprediksi akan menjadi tulang punggung revolusi industri dan digital berikutnya. Melalui riset sub-THz dan cloud cerdas, BRIN menunjukkan bahwa Indonesia siap menjadi pemain aktif dalam inovasi telekomunikasi global. Jika penelitian dan kolaborasi industri terus diperkuat, Indonesia bukan hanya akan menyambut 6G saat hadir nanti — tetapi juga berkontribusi dalam membangun masa depannya.

Bagikan artikel ini

Komentar ()

Video Terkait