6 Jenis Serangan Berbasis Browser yang Harus Diwaspadai
- Rita Puspita Sari
- •
- 11 jam yang lalu

Ilustrasi Browser Attack
Peramban web (browser) kini menjadi gerbang utama untuk hampir semua aktivitas kerja modern mulai dari membaca email, mengakses aplikasi bisnis berbasis cloud, hingga berkolaborasi lewat layanan SaaS. Kondisi ini membuat browser juga menjadi target utama penyerang. Dalam beberapa tahun terakhir, serangan yang menargetkan pengguna lewat browser meningkat pesat karena hasilnya langsung menuju aplikasi bisnis dan data perusahaan.
Artikel ini menjelaskan jenis-jenis serangan berbasis browser yang paling berbahaya, mengapa teknik tersebut efektif, dan langkah-langkah praktis yang bisa diambil tim keamanan untuk mengurangi risiko.
Mengapa serangan berbasis browser begitu efektif?
Ada dua alasan utama. Pertama, pergeseran cara kerja: pekerja sekarang mengakses data dan aplikasi dari mana saja lewat layanan cloud dan SaaS, sehingga permukaan serangan melebar di luar perimeter tradisional. Kedua, tujuan penyerang bukan sekadar merusak satu perangkat—mereka ingin mengambil alih aplikasi bisnis atau mengakses data perusahaan. Menyerang pengguna yang memiliki kredensial atau sesi aktif ke layanan penting seringkali lebih mudah dan lebih bernilai dibandingkan menembus server yang dilindungi.
Selain itu, metode penyerang juga semakin canggih: kit phishing modern dapat mengelabui proteksi MFA, memanfaatkan layanan cloud resmi untuk menayangkan halaman palsu, atau menyamarkan payload berbahaya sehingga sulit dideteksi oleh sistem keamanan tradisional. Kombinasi faktor teknis dan sosial inilah yang membuat ancaman berbasis browser berbahaya dan harus mendapat perhatian serius dari tim keamanan.
-
Phishing Kredensial dan Penyalahgunaan Sesi
Phishing tetap menjadi jenis serangan paling umum. Namun hari ini bentuknya jauh lebih beragam daripada sekadar email dengan tautan palsu. Penyerang menyebarkan tautan melalui:- Pesan instan dan platform kolaborasi,
- Media sosial,
- SMS (smishing),
- Iklan berbahaya,
- Fitur pesan internal aplikasi (in-app messaging).
Tujuannya: membuat korban memasukkan kredensial atau menyerahkan token sesi (mis. cookie). Ketika berhasil, penyerang dapat mengakses aplikasi bisnis, mengambil data, dan menyebarkannya atau menggunakan akses untuk pemerasan.
Yang membuatnya lebih berbahaya: kit phishing modern dapat diformat agar melewati autentikasi multi-faktor (MFA) lewat teknik-teknik sosial atau dengan memanfaatkan layanan pihak ketiga untuk menyamarkan halaman phishing sehingga terlihat valid bagi korban. Selain itu, karena tautan phishing dapat di-host di domain resmi atau layanan cloud, sistem keamanan berbasis domain atau filter email kadang gagal mengenalinya sebagai ancaman.
Tindakan mitigasi singkat: edukasi pengguna + simulasi phishing reguler, penerapan MFA yang tahan phishing (mis. FIDO2/passkeys di mana memungkinkan), proteksi SSO, dan pemeriksaan anomali sesi di log autentikasi.
-
Serangan Copy & Paste Berbahaya (ClickFix, FileFix, dll.)
Tren baru dalam serangan web adalah teknik yang memanfaatkan kepercayaan pengguna terhadap instruksi sederhana seperti “copy-paste” atau “klik verifikasi”. Contoh yang muncul belakangan termasuk teknik yang dikenal sebagai ClickFix atau varian “Fake CAPTCHA”: pengguna diberi instruksi palsu untuk menyalin sebuah potongan teks dari halaman web, lalu menempelkannya dan menjalankannya di terminal, Windows Run, PowerShell, atau bahkan bar alamat File Explorer. Dampaknya bisa langsung: mengeksekusi skrip yang menginstal malware pencuri data (infostealer), yang kemudian mencuri cookie sesi, kredensial tersimpan, atau memasang backdoor.Ada juga varian yang memanfaatkan kolom alamat di file manager (FileFix) atau memanfaatkan terminal di macOS sehingga korban tanpa menyadari menjalankan perintah berbahaya. Teknik ini efektif karena memadukan rekayasa sosial (kepercayaan pada instruksi sederhana) dan mekanisme OS yang memberi perintah tingkat tinggi untuk menjalankan kode.
Tindakan mitigasi singkat: edukasi khusus tentang bahaya copy-paste instruksi dari sumber tak dikenal, pembatasan penggunaan PowerShell/terminal melalui kebijakan group/MDM, dan solusi endpoint yang memantau perilaku eksekusi perintah yang mencurigakan.
-
Integrasi OAuth dan Consent Phishing
Metode ini memanfaatkan mekanisme otorisasi modern seperti OAuth untuk mendapatkan akses ke aplikasi tanpa perlu mencuri password. Penyerang membuat aplikasi palsu yang meminta izin akses (consent) ke akun korban—ketika korban menekan setuju, aplikasi penyerang memperoleh token akses yang bisa digunakan untuk mengakses API dan data korban seolah-olah itu aplikasi resmi.Keunggulan serangan ini bagi penyerang adalah kemampuannya melewati kontrol tradisional seperti MFA dan bahkan beberapa proteksi login. Contoh nyata yang sering dikutip adalah penyerang yang memanfaatkan “device code flow” atau skenario serupa yang hanya meminta input kode pendek dari korban, bukan password. Teknik semacam ini juga memanfaatkan kenyataan bahwa banyak pengguna tak teliti saat memberikan izin aplikasi yang tampak sah.
Masalahnya diperparah ketika banyak aplikasi SaaS di organisasi tidak secara ketat dikelola oleh tim IT—karyawan sering menambahkan integrasi pihak ketiga tanpa review keamanan yang memadai.
Tindakan mitigasi singkat: pembatasan izin aplikasi, kebijakan app-whitelisting untuk OAuth, review teratur terhadap izin aplikasi pada tenant SaaS, dan konfigurasi keamanan tenant (mis. notif admin untuk otorisasi aplikasi sensitif).
-
Ekstensi Browser Berbahaya: Ancaman di Balik Kemudahan
Ekstensi browser memang dirancang untuk mempermudah aktivitas pengguna, mulai dari manajemen kata sandi, terjemahan, hingga peningkatan produktivitas kerja. Namun, di balik fungsinya yang tampak bermanfaat, ekstensi bisa menjadi pintu masuk bagi peretas.Ekstensi berbahaya dapat:
- Merekam login pengguna secara langsung.
- Mencuri cookie sesi yang berisi informasi login aktif.
- Mengambil kredensial yang tersimpan di cache browser atau password manager.
Penyerang biasanya membuat ekstensi berbahaya sendiri lalu menipu pengguna agar memasangnya. Alternatif lain, mereka mengambil alih ekstensi yang sah, lalu menyelipkan pembaruan berbahaya yang otomatis menyebar ke jutaan pengguna.
Kasus besar terjadi pada Desember 2024, ketika ekstensi Cyberhaven diretas bersama 35 ekstensi lain. Setelah peristiwa itu, ratusan ekstensi berbahaya berhasil diidentifikasi dengan jutaan instalasi di seluruh dunia.
Yang lebih mengejutkan, proses distribusi ekstensi berbahaya ternyata tidak sesulit yang dibayangkan. Banyak penyerang bisa dengan mudah membeli ekstensi resmi dari pengembang aslinya, lalu memasukkan kode berbahaya ke dalam pembaruan. Fakta ini menimbulkan pertanyaan serius tentang efektivitas pemeriksaan keamanan di toko ekstensi browser.
Sayangnya, di banyak perusahaan, pegawai masih bebas memasang ekstensi tanpa pengawasan tim keamanan. Hal ini menciptakan “titik buta” yang meningkatkan risiko kebocoran data perusahaan.
-
Distribusi File Berbahaya: Evolusi Malware Modern
Selain ekstensi, file berbahaya juga masih menjadi salah satu senjata utama pelaku kejahatan siber. Jika dulu distribusinya lebih banyak melalui email phishing, kini metode penyebarannya semakin beragam, antara lain:- Malvertising (iklan berbahaya) yang mengarahkan pengguna ke situs penipuan.
- Drive-by download, di mana file otomatis terunduh saat pengguna mengunjungi situs tertentu.
- File unduhan dari situs yang disusupi penyerang.
Biasanya, perusahaan mendeteksi file berbahaya menggunakan sandbox atau analisis runtime di endpoint. Namun, malware modern sering kali sudah “sandbox-aware”, yaitu mampu mengenali jika sedang dianalisis, lalu bersembunyi agar tidak terdeteksi.
Bentuk serangan file berbahaya juga semakin kreatif. Contohnya:
- HTA (HTML Applications): digunakan untuk menampilkan halaman phishing lokal tersembunyi di perangkat korban.
- File SVG: yang dapat berfungsi sebagai halaman phishing mandiri dengan portal login palsu.
Artinya, tidak semua file berbahaya bisa dikenali hanya dari pemeriksaan awal. Karena itu, pencatatan aktivitas unduhan file di browser menjadi penting untuk mencegah serangan dari sisi klien.
-
Kredensial Dicuri dan Celah MFA: Senjata Ampuh Peretas
Jika ekstensi atau file berbahaya berhasil mencuri kredensial pengguna, maka serangan lanjutan bisa terjadi. Celah berikutnya adalah penggunaan akun tanpa lapisan Multi-Factor Authentication (MFA).Walaupun terkesan sederhana, pencurian kredensial adalah metode yang sangat efektif. Beberapa kasus besar, seperti pembobolan akun Snowflake pada 2024 dan serangan ke Jira awal 2025, menunjukkan bagaimana penyerang menggunakan kredensial curian dalam skala besar.
Mengapa hal ini bisa terjadi?
- Banyak perusahaan menggunakan ratusan aplikasi, dan tidak semuanya diatur dengan MFA wajib.
- Ada “ghost login”, yaitu akses ke aplikasi tertentu yang hanya membutuhkan password tanpa MFA, meskipun perusahaan sudah menerapkan SSO (Single Sign-On).
- Login pengguna bisa diamati langsung dari browser, sehingga menjadi target utama pencurian informasi.
Dengan memantau cara karyawan login, aplikasi yang mereka gunakan, dan penerapan MFA, tim keamanan bisa menutup celah sebelum dimanfaatkan oleh penyerang.
Browser: Titik Buta dalam Keamanan Siber
Realitasnya, browser kini menjadi salah satu titik paling strategis untuk melancarkan serangan, sekaligus tempat yang seharusnya dimanfaatkan perusahaan untuk mendeteksi ancaman. Namun, banyak organisasi masih menganggap browser sekadar alat kerja biasa, bukan komponen penting dalam pertahanan siber.
Padahal, serangan berbasis browser dapat mencakup:
- Phishing AiTM (Adversary-in-the-Middle) untuk mencuri sesi login.
- Credential stuffing dengan menggunakan username-password yang bocor.
- Password spraying, yaitu mencoba banyak akun dengan sedikit variasi password.
- Pembajakan sesi (session hijacking) menggunakan token curian.
Tanpa pengawasan yang tepat, browser akan tetap menjadi “blind spot” yang mengancam keamanan data perusahaan.
Rekomendasi Praktis untuk Tim Keamanan
Menghadapi varian serangan ini memerlukan pendekatan berlapis (defense in depth) yang mencakup teknologi, proses, dan manusia:
-
Governance aplikasi SaaS & OAuth
- Terapkan katalog aplikasi yang telah di-whitelist.
- Aktifkan review dan audit izin aplikasi secara rutin.
- Nonaktifkan flows otorisasi yang tidak diperlukan atau berisiko.
-
Perkuat autentikasi & sesi
- Gunakan autentikator berbasis publik/kunci (FIDO2/passkeys) bila memungkinkan.
- Terapkan validasi sesi berbasis risiko (conditional access) dan rotasi token.
- Batasi durasi sesi dan gunakan revocation token bila deteksi anomali terjadi.
-
Proteksi endpoint & isolasi browser
- Gunakan EDR dan solusi yang dapat mendeteksi infostealer dan perilaku post-exploit.
- Pertimbangkan browser isolation untuk akses ke aplikasi sensitif—sehingga kode berbahaya tak langsung mencapai endpoint.
- Terapkan kebijakan untuk membatasi eksekusi skrip/PowerShell di mesin end-user.
-
Kontrol ekstensi & konfigurasi browser
- Izinkan hanya ekstensi yang terverifikasi dan diperlukan.
- Pantau dan blok ekstensi yang meminta akses luas ke data.
- Gunakan kebijakan grup untuk mengelola pengaturan browser.
-
Edukasi & simulasi
- Jalankan program awareness teratur termasuk simulasi phishing modern (termasuk consent phishing dan ClickFix).
- Latih pengguna mengenali tanda-tanda social engineering yang lebih halus.
-
Deteksi & respons insiden
- Implementasikan pemantauan log autentikasi, akses API, dan anomali perilaku pengguna.
- Siapkan playbook respons insiden khusus untuk kompromi sesi, penemuan aplikasi OAuth berbahaya, dan infeksi malware dari copy-paste.
-
Kebijakan least privilege
- Terapkan prinsip hak akses minimum pada layanan dan data.
- Audit peran dan izin secara berkala.
Kesimpulan
Serangan berbasis browser memadukan teknik teknis dan sosial, serta memanfaatkan ekosistem cloud dan SaaS yang kini menjadi nadi operasional banyak organisasi. Karena itu, upaya pengamanan tidak boleh hanya bergantung pada satu solusi melainkan harus melibatkan kombinasi kebijakan aplikasi, proteksi endpoint, kontrol autentikasi, dan program edukasi pengguna yang kuat. Tim keamanan yang proaktif yang menggabungkan pengawasan izin aplikasi, pembatasan ekstensi, mitigasi copy-paste berbahaya, serta kesiapan respons insiden akan jauh lebih siap menghadapi ancaman berbasis browser yang terus berevolusi.
Dengan memahami vektor serangan ini dan menerapkan langkah mitigasi yang realistis, organisasi dapat mempersempit jendela peluang penyerang dan menjaga agar akses ke aplikasi bisnis tetap berada di tangan orang yang tepat. Kepedulian terhadap detail kecil, seperti satu klik yang tidak teliti atau satu persetujuan aplikasi yang keliru sering menjadi pembeda antara keamanan yang kuat dan kebocoran yang mahal.