Modus Scam & Spam Makin Canggih, Literasi Digital Jadi Kunci


Ilustrasi Scam 2

Ilustrasi Scam

Di era digital, penipuan (scam) dan spam semakin marak dengan modus yang makin variatif. Masyarakat kini dihadapkan pada ancaman yang tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga berisiko terhadap keamanan data pribadi. Hal ini membuat literasi digital menjadi kebutuhan mendesak agar setiap individu mampu melindungi dirinya di dunia maya.

 

Ancaman Scam dan Spam Makin Meluas

Kasus scam digital tidak lagi sebatas email berantai atau tawaran hadiah palsu. Kini, modusnya berkembang mulai dari undangan pernikahan palsu, kiriman paket fiktif, hingga pesan yang menyerupai notifikasi resmi dari bank atau perusahaan teknologi. Kreativitas para pelaku kejahatan siber membuat masyarakat semakin sulit membedakan mana informasi yang asli dan mana yang jebakan.

Data Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mencatat indeks literasi digital Indonesia tahun 2024 berada di angka 3,78 dari skala 5. Meski terbilang cukup, angka tersebut masih menunjukkan adanya kesenjangan besar dalam pemahaman masyarakat terkait penggunaan teknologi secara aman.

Lebih mengkhawatirkan lagi, berdasarkan laporan Komdigi, periode 2018–2023 menemukan lebih dari 1.700 konten penipuan online dengan potensi kerugian mencapai Rp18,7 triliun. Jumlah ini menegaskan bahwa masyarakat Indonesia masih sangat rentan terhadap ancaman siber.

 

Generasi Muda Tidak Luput dari Target

Seringkali orang beranggapan bahwa korban penipuan digital hanya berasal dari kelompok usia lanjut. Faktanya, generasi muda pun menjadi sasaran empuk karena mayoritas dari mereka aktif di dunia maya, tetapi kurang memahami risiko keamanan digital.

Forum Youth 20 (Y20) menegaskan bahwa pemuda memiliki peran vital dalam menciptakan transformasi digital yang aman, etis, dan berkelanjutan. Mereka diharapkan tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga agen perubahan yang mampu mendorong literasi digital di lingkungannya.

“Pemberdayaan pemuda harus berada di pusat perumusan kebijakan. Seiring dengan bagaimana kita bergerak menuju pemulihan dan menciptakan masa depan yang lebih adil untuk semua,” ujar Senior Technology Advisor Bank Dunia, Lesly Goh, dikutip dari indonesia.go.id.

 

Oversharing Jadi Celah Kejahatan Siber

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menilai salah satu faktor utama maraknya penipuan digital adalah kelalaian manusia. Muhammad Novrizal Ghiffari, Sandiman Ahli Pertama BSSN, menegaskan bahwa kebiasaan oversharing atau membagikan informasi pribadi secara berlebihan di media sosial menjadi pintu masuk utama bagi para penjahat siber.

“Banyak masyarakat kita yang belum sadar pentingnya menjaga informasi pribadi. Seringkali mereka dengan mudah mengunggah data sensitif tanpa memikirkan risikonya. Ini menjadi celah bagi pelaku kejahatan siber. Intinya, jangan suka oversharing, apalagi berkaitan dengan data pribadi,” ungkap Zazal, dikutip dari rri.co.id.

Oversharing dapat berupa membagikan nomor telepon, alamat rumah, hingga detail aktivitas sehari-hari di media sosial. Informasi sederhana ini bisa dimanfaatkan pelaku untuk melakukan rekayasa sosial (social engineering) atau menyamar sebagai pihak resmi demi mengelabui korban.

 

Infrastruktur Digital Saja Tidak Cukup

Peningkatan infrastruktur digital memang penting, tetapi tidak akan maksimal tanpa diimbangi literasi digital masyarakat. Meutya Hafid, saat menjabat sebagai Ketua Komisi I DPR RI, pernah menegaskan bahwa pembangunan teknologi harus berjalan beriringan dengan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap risiko dunia digital.

“Kita harus membangun kesadaran digital untuk meraup keuntungan dunia digital, khususnya bagi para generasi muda,” ujarnya dikutip dari indonesia.go.id.

Hal ini mempertegas bahwa literasi digital bukan hanya tentang keterampilan teknis menggunakan perangkat, tetapi juga mencakup etika, keamanan, hingga budaya digital yang sehat.

 

Upaya Pemerintah: Literasi Digital Nasional

Pemerintah melalui Komdigi telah meluncurkan program Literasi Digital Nasional sejak 2021 yang menargetkan 12,4 juta peserta tiap tahunnya. Program ini menghadirkan berbagai kelas daring dan pelatihan gratis untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

Materi yang diberikan mencakup empat pilar utama:

  • Digital Skill: kemampuan teknis mengoperasikan perangkat dan aplikasi digital.
  • Digital Safety: pemahaman terkait keamanan siber, perlindungan data, dan pencegahan penipuan.
  • Digital Ethics: membangun sikap etis dalam berinteraksi di dunia maya.
  • Digital Culture: mendorong masyarakat untuk memanfaatkan teknologi dengan bijak sesuai nilai budaya.

Selain itu, Komdigi juga mengembangkan Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) untuk memetakan kesiapan digital berbasis wilayah. Pada tahun 2024, IMDI mencatat skor nasional sebesar 43,34, naik tipis dari tahun sebelumnya. Pilar keterampilan digital berada di angka 58,25, tetapi pilar pemberdayaan stagnan di angka 25,68.

“IMDI dirancang untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang tingkat literasi dan keterampilan digital masyarakat Indonesia. Ini sangat penting untuk memastikan kita mampu mencetak talenta digital yang kompeten dan siap bersaing di era transformasi digital global,” jelas Budi Arie Setiadi saat masih menjabat Menkominfo, dikutip dari komdigi.go.id.

 

Literasi Digital Jadi Kunci Pertahanan

Dengan ancaman scam dan spam yang semakin canggih, literasi digital menjadi benteng pertahanan utama masyarakat. Literasi ini tidak hanya sebatas kemampuan teknis, melainkan juga kesadaran untuk melindungi data pribadi, mengenali modus penipuan, hingga mampu bersikap kritis terhadap informasi yang beredar.

Masyarakat diimbau untuk selalu waspada, tidak mudah tergiur tawaran yang terlalu indah untuk dipercaya, serta tidak sembarangan membagikan informasi pribadi di ruang digital. Kesadaran kolektif ini diharapkan dapat menekan kerugian akibat penipuan siber sekaligus memperkuat daya saing bangsa di era transformasi digital.

Bagikan artikel ini

Komentar ()

Video Terkait